Menimbang Kembali Pesan Moeslim Abdurrahman

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Muhammad Habib Muzaki)

 

Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki sejarah panjang dalam mengembangkan tradisi intelektual dan pengabdian sosial. Sejak didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah telah menjadi motor penggerak perubahan melalui pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, seiring berjalannya waktu, muncul kekhawatiran terkait peran kader muda Muhammadiyah yang cenderung lebih fokus pada jabatan struktural dibanding mengembangkan keintelektualan, yang merupakan inti dari visi awal organisasi.

 

Tantangan Kader Muda Muhammadiyah

Kekhawatiran ini disoroti dalam acara Srawung yang diselenggarakan oleh Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) Kota Surabaya di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Pradana Boy ZTF, Ketua Bidang Riset Inovasi dan Publikasi Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, mengutip pemikiran Moeslim Abdurrahman, salah satu mentor awal JIMM dan penggagas teori Islam Transformatif.

Menurut Moeslim, Muhammadiyah harus selalu kembali kepada akar intelektualnya untuk menghindari stagnasi pemikiran–istilah Moeslim kebekuan intelektual. Selain itu, Pradana juga menekankan bahwa inti dari perjuangan Muhammadiyah adalah mengintegrasikan antara pemikiran dan aksi nyata.

K.H. Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, bukan hanya seorang aktor sosial tetapi juga seorang pemikir yang menerjemahkan gagasannya ke dalam tindakan konkret. Seperti refleksi K.H. Ahmad Dahlan terhadap Surah Al-Ma’un yang mendorongnya untuk terlibat langsung dalam aksi sosial adalah contoh nyata dari perpaduan antara gagasan dan tindakan.

 

Pentingnya Pendidikan dan Pengembangan Multidisipliner

Mengikuti pesan Moeslim Abdurrahman, Pradana mendorong kader muda Muhammadiyah untuk memperluas wawasan mereka dengan menuntut ilmu hingga ke luar negeri. Ia mengingatkan pentingnya pendidikan yang mendalam dan luas untuk membekali kader dengan kemampuan menganalisis dan menyelesaikan berbagai permasalahan sosial.

Pendidikan yang luas tidak hanya memperkaya pengetahuan individu tetapi juga memungkinkan kader Muhammadiyah menjadi “nabi sosial,” yakni sosok yang mampu membaca realitas masyarakat dan merumuskan solusi yang relevan dan aplikatif.

Hal tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh seperti K.H. Ahmad Dahlan dan Nurcholish Madjid (Cak Nur) yang memiliki kunci hermeneutika. Meminjam istilah Moeslim, Ahmad Dahlan dengan TBC-nya dan Cak Nur dengan, “Islam, Yes. Partai Islam, No.”

Pradana juga menyoroti pentingnya pendekatan multidisipliner bagi kader Muhammadiyah. Ia mencontohkan Prof. Agus Purwanto, seorang fisikawan yang mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern dengan ajaran Al-Qur’an, sehingga menunjukkan bahwa sains dan agama dapat berjalan beriringan untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang kehidupan.

Di sisi lain, ilmuwan internasional seperti Noam Chomsky, yang dikenal sebagai seorang linguis sekaligus pemikir futuristik, menunjukkan bahwa batasan-batasan disiplin ilmu dapat dilampaui untuk menghasilkan dampak sosial yang lebih luas. Bagi penulis sendiri, pendekatan multidisipliner sangat penting bagi kader Muhammadiyah. Dikarenakan untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks ini, perlu adanya kolaborasi dari ilmu ke ilmu lainnya

 

Meningkatkan Semangat Intelektualisme di Muhammadiyah

Menjadi momentum penting bagi kader muda Muhammadiyah untuk merefleksikan arah perjalanan intelektual mereka. Apakah selama ini upaya mereka sudah sejalan dengan Muhammadiyah yang mengedepankan keintelektualan dan kepedulian sosial? Dengan meneladani semangat K.H. Ahmad Dahlan dan tokoh intelektual lainnya, kader Muhammadiyah diharapkan mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan, pemikiran kritis, dan aksi nyata dalam setiap langkah perjuangan mereka.

Harapan besar disematkan pada kader-kader muda Muhammadiyah untuk tidak hanya melanjutkan tradisi intelektual yang telah dirintis oleh pendahulu, tetapi juga mengembangkannya sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan mengedepankan keintelektualan yang berpadu dengan tindakan nyata, kader Muhammadiyah dapat menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi masyarakat, sejalan dengan nilai-nilai dan cita-cita Muhammadiyah.


 

*Penulis adalah Ketua Bidang RPK IMM Komisariat Ushuluddin dan Filsafat serta Ketua Cendekiawan Institute.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *