Surabaya (25/7) – Kasus pencurian motor (curanmor) di Surabaya menjadi perhatian serius bagi masyarakat. Dilansir dari suarasurabaya.net serta beritajatim.com, tercatat ada 544 kasus curanmor pada tahun 2023. Sementara hingga pertengahan tahun 2024, jumlah kasus ini sudah mencapai 298 (Surya.co.id, 1/7.2024). Angka-angka ini dapat mencerminkan betapa mengkhawatirkannya situasi keamanan di kota ini.
Para kader IMM di Surabaya turut merasakan dampak dari maraknya kasus curanmor ini. Beberapa dari mereka yang menjadi korban atau merasakan dampak langsung dari kehilangan motor. Saiful (20), nama samaran, seorang kader IMM, membagikan pengalaman traumatisnya saat hampir kehilangan motor.
“Saya sempat mau dihadang oleh empat orang saat sedang pulang malam. Saya berhasil putar arah dengan motor dan terhindar dari musibah, tapi kejadian itu meninggalkan trauma dan saya jadi takut keluar malam,” ceritanya.
Peristiwa tersebut membuat Saiful harus lebih berhati-hati dan waspada, terutama ketika beraktivitas di malam hari. Di sisi lain, saat membagikan ceritanya dengan teman-temannya, ia pun banyak mendapat cerita serupa. Hal ini pun membuatnya menjadi lebih berhati-hati saat ingin keluar di malam hari.
Sementara itu, Rendi (22), nama samaran, kader IMM lainnya, mengisahkan bagaimana keluarganya pernah menjadi korban curanmor setahun silam. “Motor orang tua saya hilang di rumah. Sekarang motor yang saya punya dipakai oleh orang tua, dan saya kesulitan untuk menjalankan aktivitas kuliah,” ungkapnya.
Kehilangan motor tidak hanya berdampak pada mobilitas Rendi, tetapi juga mengganggu kegiatan akademisnya. Tak jarang, ia harus mencari alternatif transportasi untuk bisa pergi ke kampus dan menjalankan berbagai kegiatan organisasi.
Ketua Umum PC IMM Kota Surabaya Ramadhani Jaka Samudra menyebut bahwa cerita-cerita seperti yang dialami Saiful dan Rendi menunjukkan betapa seriusnya masalah curanmor di Surabaya. Kasus-kasus ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga dampak psikologis bagi para korbannya.
“Korban dapat merasa trauma dan kehilangan rasa aman, terutama ketika harus beraktivitas di malam hari. Kami berharap ada patroli yang lebih intensif dan penegakan hukum yang lebih tegas untuk para pelaku curanmor. Selain itu, kesadaran kolektif masyarakat untuk lebih waspada dan menjaga keamanan diri sendiri juga perlu ditingkatkan,” tambahnya.
Rama menekankan bahwa keamanan di lingkungan kampus dan sekitarnya juga harus menjadi perhatian khusus. Terlebih juga banyak mahasiswa yang harus beraktivitas hingga malam hari karena kegiatan organisasi maupun yang lainnya.
Ia juga menuturkan bahwa selama ini, potensi terjadinya curanmor pun sudah menjadi rahasia umum di kalangan mahasiswa. Kejadian curanmor di area kos-kosan mahasiswa sangat mudah ditemui. Akibatnya, tidak sedikit mahasiswa yang merasa tidak aman ketika harus memarkir motornya
“Kita tentu berharap agar kasus-kasus semacam ini dapat terselesaikan oleh pihak berwajib. Meski demikian, kami tentu ingin mendorong agar mereka mampu memberikan ruang aman bagi semua kalangan. Dalam konteks mahasiswa, tentu perlu ruang aman dan nyaman untuk dapat belajar dengan baik,” pungkasnya.
*Penulis adalah Anggota Bidang RPK PC IMM Kota Surabaya dan Ketua Cendekiawan Institute.