Baru-baru ini jagat IMM Kota Surabaya kembali dibuat bangga atas terbitnya buku berjudul “Kelahiran yang Dirayakan”. Iya, dalam buku tersebut konon punya banyak isu yang hendak ditawarkan dan segudang kegelisahan yang akan didiskusikan. Setidaknya lebih kurang itulah yang dapat dibaca melalui sinopsisnya, selengkapnya mending langsung dipesan saja bukunya, wkwk.
Namun, ini bukan tentang promosi atau upaya komersialisasi. Dengan adanya buku ini nantinya, penulis justru merasa gelisah apabila animo para kader hanya sampai di masa pre-order saja. Boleh jadi buku ini dibeli hanya untuk gaya-gayaan bahan bacaan atau mungkin sekadar demi melengkapi koleksi pajangan.
Agaknya, setiap kader perlu juga untuk melakukan refleksi atas perannya sendiri sebelum membaca buku ini nanti. Sebab, judulnya pun memang sarat akan harapan agar adanya Ikatan sampai dengan sekarang adalah untuk benar-benar dirayakan dengan banyaknya gagasan, keresahan, dan perubahan. Jika dengan terbitnya buku ini tetap tidak mampu menguatkan semangat para kader dalam menghidupi Ikatan, maka daripada “Kelahiran yang Dirayakan” sepertinya lebih pantas “Kelahiran yang Digugurkan” agar judul lebih relevan.
Dirayakan atau Digugurkan?
Seiring bertambahnya usia, Ikatan tentu tak lepas dengan segala baik buruk di setiap dinamikanya. Dikatakan baik sepenuhnya juga terlalu naif rasanya, sebab buruknya pun tak sedikit yang tampak jelas di pelupuk mata.
Sebut saja, perkara arak-arakan kader tingkat pusat demi mengantar salah satu alumninya yang diisukan merapat ke sebuah partai yang diketuai oleh anak pejabat. Atau mungkin tentang Musyda Jatim tahun ini yang diwarnai dengan komedi menggelitik seputar “naskah akademik”. Dan masih banyak lagi kelucuan-kelucuan Ikatan per hari ini yang dapat dijadikan guyonan dengan teman seperjuangan yang kini mungkin bisa dihitung jari.
Berbicara soal buku-buku tentang Ikatan sendiri kiranya sudah banyak sekali, mulai dari Kelahiran yang Dipersoalkan, IMM Autentik, Genealogi Kaum Merah dan masih banyak lagi. Tiap-tiap buku tersebut punya nilai sebagai sebuah ikhtiar agar Ikatan paling tidak punya jejak untuk senantiasa dikenang.
Namun lagi-lagi, ada sebuah ketakutan bahwa buku “Kelahiran yang Dirayakan” hanya menjadi benda mati tak berarti. Buku ini mungkin banyak pembeli, tetapi siapa yang nanti benar-benar terinspirasi, terilhami, atau yang ingin memberikan konter narasi selayaknya seorang akademisi? Mungkin tidak harus sebagai akademisi, paling tidak pertanyaan ini cukup direnungi bagi mereka yang masih peduli.
Jangan-jangan kelahiran Ikatan nyatanya masih dipersoalkan di alam pikiran. Mau merayakan pun masih gelagapan dengan beragam fakta lapangan yang sering luput dari analisa kebutuhan. Pragmatisme, tuntutan akademik, dan dinamika politik akan selalu jadi alasan klise bagi setiap kegagalan dan ladang subur bagi setiap kepentingan.
Kader IMM Kota Surabaya sendiri tak bisa penulis nilai sebagaimana pernyataan di atas. Boleh jadi bagi sebagian kebijakan maupun program kerja terkesan dipaksakan atau bahkan menodai nilai-nilai Ikatan. Namun, bagi sebagian yang lainnya merasa hal tersebut menjadi jalan paling realistis di saat krisis.
Pada akhirnya, semua penilaian memang tergantung pada cara pandang dan bagaimana setiap hal kontroversial berusaha untuk didialektikakan. Entah kelahiran Ikatan benar-benar akan dirayakan atau digugurkan, penulis hanya takut jangan-jangan kader IMM Kota Surabaya justru tidak sadar sedang merayakan “keguguran” secara pelan-pelan.
Apakah Buku Ini Sampah?
Dalam serangkaian perbincangan dengan penulis buku “Kelahiran yang Dirayakan”, sempat muncul pertanyaan yang diajukan padanya tentang seberapa penting nilai dari bukunya ini. Lebih kurang dirinya menjawab bahwa paling tidak lewat buku yang ia anggap sendiri sebagai sampah-sebagaimana umumnya sebuah karya pertama-dapat terus menjadi rujukan bagi generasi di depan sana.
Kalaupun nyatanya banyak pihak yang merasa buku ini hanya berisi gagasan sampah dan tidak cukup menjawab problema Ikatan zaman sekarang, ya itu bisa saja benar. Tapi perumpaan yang diberikan penulis buku ini cukup jenaka.
Seperti misalnya, tentu pecinta bola mengenal Lionel Messi sebagai seorang Goat dengan talenta dan torehan piala. Namun, di balik sosok terkenal itu pasti ada orang-orang dan hal-hal yang berpengaruh di sepanjang karirnya dan mungkin tidak semua orang mengetahuinya.
Semisal, siapa nama dokter yang pernah mendiagnosis adanya kelainan hormon pertumbuhan pada dirinya? Apakah Messi tidak pernah minum susu Hilo Teen agar bisa “tumbuh tuh ke atas, bukan ke Barcelona”? Apakah Messi pernah dimarahi ibunya karena magrib-magrib masih asik bermain bola? Kapan Messi ke Indonesia untuk menjadi cameo di sinetron Tendangan Si Madun Returns? Dan masih banyak lagi pertanyaan absurd yang lainnya.
Dari ilustrasi di atas dapat diambil pemahaman bahwa setiap orang atau karya terkenal tentu tak lepas dari hal-hal yang berpengaruh di belakangnya. Dalam hal ini nama lainnya adalah seperti sanad, genealogi, rujukan dan sebagainya.
Sama halnya dengan buku “Kelahiran yang Dirayakan” boleh jadi hanya menjadi sampah untuk hari ini, tetapi mungkin saja buku ini akan jadi salah satu referensi dari sebuah karya yang lebih hebat lagi suatu hari nanti.
Terlepas dari itu semua, bagi penulis poin pentingnya ada pada seberapa besar nantinya buku ini bisa memberikan kebermanfaatan. Sebagaimana apa yang dikatakan oleh (meme) Messi, “Este libro ha dado lo mejor en aras de la utilidad.” Artinya apa Bang Messi, “Buku ini telah memberikan yang terbaik demi kepentingan yang bermanfaat.”
*Penulis adalah Ketua Umum IMM Komisariat Ushuluddin dan Filsafat dan Anggota Korps Instruktur.