Sekilas tentang Tafsir Al-Manar

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Muhammad Habib Muzaki)

 

Dari sekian banyak karya tafsir, Al-Manar menjadi salah satu yang disebut-sebut sebagai dasar dari seluruh tafsir yang ada pada zaman modern. Karya ini telah memberikan pembaharuan makna yang sebelumnya pada masa klasik masih belum ada.

Latar belakang dari terciptanya tafsir Al-Manar merupakan hasil dari kolaborasi pemikiran dari tiga tokoh modern Islam yaitu Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

Pada mulanya, usulan penulisan tafsir Al-Manar diprakarsai dari ketertarikan Rasyid Ridha terhadap majalah al-Urwah al-Wutsqa karangan dari Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh ketika keduanya berada di Paris.

Namun, usulan yang diajukan oleh Rasyid Ridha ini tidak langsung disetujui oleh Muhammad Abduh. Hal ini dikarenakan penulisan tafsir bagi Abduh tidaklah berguna bagi orang-orang yang hatinya buta dan pada waktu itu ceramah dinilai oleh Abduh lebih efektif ketimbang penyampaian dalam bentuk tulisan.

Desakan demi desakan terus dilakukan oleh Rasyid Ridha dengan disertai pendapat-pendapat yang pada akhirnya mampu membuat Muhammad Abduh setuju untuk memberikan materi seputar tafsir Al-Qur’an di Universitas al-Azhar.

Sementara itu, tafsir Al-Manar sendiri lahir beriringan dengan kondisi Bangsa Arab yang pada saat itu sangat lah memprihatinkan. Pengaruh dari bangsa Barat yang menjajah sebagian besar negara-negara Arab telah membuat masyarakat Islam mengalami krisis pendidikan, kesenjangan sosial, bahkan terjauhkan dari paham-paham agamanya sendiri (Islam).

Kondisi ini lah yang membuat para tokoh dan cendikiawan muslim termotivasi untuk membantu menyelesaikan masalah yang sedang dialami oleh umat Islam pada saat itu, salah satunya adalah Muhammad Abduh. Menurutnya, umat Islam seharusnya kembali kepada ajaran dan pengamalan yang terkandung di dalam Al-Qur’an, serta menjadikannya sebagai sebuah inspirasi dalam upaya melawan penindasan. 

Tafsir Al-Manar berisi tentang penjelasan-penjelasan Muhammad Abduh selama mengisi materi tafsir Al-Qur’an di al-Azhar mulai dari tahun 1899 hingga dirinya wafat pada tahun 1905.  Materi-materi yang telah disampaikan oleh Muhammad Abduh tersebut dicatat oleh Rasyid Ridha yang kemudian disusun secara teratur dan diberikan kepada Abduh untuk diperika kembali.

Sayangnya, penyusunan tafsir Al-Manar baru bisa diterbitkan setelah Muhammad Abduh meninggal dunia. Selanjutnya, Rasyid Ridha menerbitkan Tafsir Al-Manar yang sebenarnya memiliki nama Tafsir Al-Hakim di dalam majalah buatannya yang juga bernama Al-Manar secara berturut-turut dan periodik.

Tafsir Al-Manar dikenal sebagai salah satu dari sekian banyak karya tafsir yang hadir di abad modern. Tafsiran yang termuat dalam Al-Manar ini tidak lah lengkap sampai dengan 30 juz, melainkan hanya 12 juz pertama dari Al-Qur’an. Penafsiran dari surah al-Fatihah sampai dengan ayat ke-126 surat al-Nisa’ berasal dari pemikiran pemikiran Muhammad Abduh sendiri yang juga menggunakan tafsir Jalalain sebagai salah satu sumber rujukannya.

Penafsiran selanjutnya diteruskan oleh Rasyid Ridha dengan mengikuti metode yang digunakan oleh Abduh hingga surah Yusuf ayat 101, namun dalam tafsir Al-Manar hanya memuat penafsiran di ayat ke-52 saja atau akhir dari juz 12.

Ketika melakukan penafsiran, Abduh cenderung memadukan antara riwayat yang shahih dan nalar yang rasional (iqtirani) dengan tujuan agar dapat menjelaskan hikmah-hikmah syariat sunnatullah, sekaligus peran Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk manusia. Tafsir Al-Manar merupakan kitab tafsir bermetode tahlili, sebab disusun sesuai dengan urutan surat dan ayat Mushaf Usmani.

Berbeda dengan cara klasik, dalam tafsir ini, ayat-ayat diklasifikasikan menjadi kesatuan-kesatuan logis yang terdiri dari lima hingga sepuluh ayat kemudian diikuti beberapa halaman tafsir. Pembahasan yang penting dari tafsir Al-Qur’an sering kali diselingi dengan problematika yang berkaitan dengan masalah agama dan masyarakat.

Di dalam masing-masing jilid terdapat daftar kata yang memudahkan seorang pembaca untuk melakukan penelusuran yang diurutkan sesuai alfabetis (huruf hijaiyah) topik-topiknya.

Di setiap akhir juz, Rasyid Ridha terkadang mencantumkan tanggal penulisan tafsir ini, baik awal maupun akhir tulisannya, tempat penulisan dan edisi-edisi majalah Al-Manar yang memuat tafsir-tafsir ini.  Dengan demikian, penulis akan dapat lebih mengetahui sejarah tafsir ini, khususnya yang berkaitan dengan tahun penulis.

Tafsir Al-Manar juga merupakan salah satu kitab tafsir yang banyak berbicara tentang sastra-budaya dan kemasyarakatan atau dalam istilah corak tafsir digolongkan ke dalam adabi ijtima’i.

Corak penafsiran ini lebih condong pada segi kesastraannya, di mana sebuah penafsiran berisi tentang penjelasan suatu ayat menggunakan bahasa yang mudah dipahami guna dapat memberikan pemahaman yang berhubungan dengan kondisi masyarakat dan perkembangan kehidupan manusia.

Muhammad Abduh sendiri melalui tafsirannya mempelopori penafsiran dengan corak adabi ijtima’i, sebab ia sendiri mempunyai tujuan untuk melakukan pembaharuan sosial dengan bersumber kepada kitab suci Al-Qur’an guna membebaskan manusia dari perkara tahayul, bidah, dan khurafat.

Oleh sebab itu, tafsir ini ditulis dengan menggunakan diksi yang mudah dipahami orang awam sekaligus dapat membuat para cendikiawan tidak bisa mengabaikan penjelasan yang terkandung dalam Tafsir Al-Manar.


 

*Penulis adalah Ketua Umum IMM Komisariat Ushuluddin dan Filsafat dan Anggota Korps Instruktur.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *