Refleksi Mendalam Terhadap Gerakan IMM Guna Perbaikan dan Pengembangan Kaderisasi Berkelanjutan

Penulis : Deni Muriawan – Ketua Umum PK IMM Kaizen 2024-2025 Setiap gerakan besar lahir dari kesadaran yang dalam dan cita-cita...

Penulis : Deni Muriawan – Ketua Umum PK IMM Kaizen 2024-2025

Setiap gerakan besar lahir dari kesadaran yang dalam dan cita-cita yang luhur. Begitu pula dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), yang sejak awal berdirinya membawa misi pembebasan, pencerahan, dan pengabdian. IMM hadir bukan semata sebagai organisasi kemahasiswaan, tetapi sebagai ruang pembentukan insan berilmu, beriman, dan berakhlak. Namun, dalam perjalanan panjangnya, setiap generasi IMM dituntut untuk melakukan refleksi agar gerakan ini tetap relevan, hidup, dan bermakna.

Refleksi terhadap gerakan IMM menjadi penting ketika semangat perjuangan mulai meredup di tengah rutinitas administratif dan dinamika zaman yang semakin kompleks. Gerakan kaderisasi yang seharusnya menjadi inti dari kehidupan organisasi, terkadang terjebak dalam formalitas tanpa makna. Kaderisasi dijalankan sebagai kewajiban, bukan lagi sebagai kesadaran. Padahal, kaderisasi sejati adalah proses pembentukan karakter dan kesadaran bukan sekadar pelatihan, tetapi perjalanan membangun manusia.

Soren Kierkegaard pernah mengatakan, “Hidup hanya dapat dipahami dengan melihat ke belakang, tetapi harus dijalani dengan melihat ke depan”. Kutipan ini mengingatkan kita bahwa refleksi bukan sekadar menoleh pada masa lalu untuk bernostalgia, tetapi untuk memahami makna perjuangan yang telah ada dan menyiapkan arah baru yang lebih baik. IMM perlu menengok ke belakang untuk menilai sejauh mana ruh gerakannya masih berakar pada nilai-nilai Islam berkemajuan dan cita-cita Muhammadiyah, sambil tetap menatap ke depan untuk menyesuaikan diri dengan tantangan zaman.

Dalam konteks kaderisasi, IMM harus kembali pada esensinya yakni mencetak kader intelektual yang berpikir tajam, berakhlak luhur, dan memiliki kepekaan sosial. Kader yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu bekerja tidak hanya mampu mengkritik, tetapi juga berkontribusi nyata. Gerakan kaderisasi berkelanjutan menuntut keseriusan dalam pembinaan nilai, penguatan intelektual, serta keteladanan moral di setiap jenjang. Tanpa itu, IMM akan kehilangan ciri khasnya sebagai gerakan ilmu dan dakwah.

Plato pernah menegaskan, “The direction in which education starts a man will determine his future in life”. Arah pendidikan dan pembinaan kader IMM hari ini akan menentukan wajah gerakan di masa depan. Jika kaderisasi hanya menjadi ajang seremonial, maka IMM akan kehilangan kedalaman dan daya dorongnya. Namun jika ia dijalankan dengan kesungguhan, penghayatan nilai, dan ketulusan, maka IMM akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektualitas, tetapi juga matang secara religiusitas dan humanitas.

Di tengah era digital dan perubahan sosial yang cepat, IMM menghadapi tantangan baru dalam mempertahankan idealisme dan relevansinya. Dunia yang serba instan dan pragmatis menuntut kader untuk adaptif tanpa kehilangan prinsip. Di sinilah pentingnya penguatan identitas gerakan. Kader IMM harus mampu hadir di ruang-ruang publik dengan cara baru yakni menggunakan ilmu, teknologi, dan etika sebagai senjata dakwah dan pembebasan. Kaderisasi berkelanjutan harus menyiapkan generasi yang tidak hanya siap memimpin, tetapi juga siap berinovasi.

Selain itu, refleksi kaderisasi juga menuntut keberanian untuk menata ulang sistem dan pola pikir organisasi. IMM perlu membuka ruang dialog yang sehat antar generasi, agar nilai-nilai perjuangan tidak berhenti pada slogan, melainkan hidup dalam tindakan. Penguatan kultur literasi, riset, dan kepemimpinan berbasis nilai perlu menjadi agenda utama. Gerakan yang visioner adalah gerakan yang berani berubah tanpa kehilangan jati dirinya sebagaimana air yang terus mengalir, membersihkan, dan menyuburkan di setiap tempat yang dilaluinya.

Perbaikan dan pengembangan kaderisasi berkelanjutan juga harus diarahkan pada sinergi antara dimensi intelektualitas dan humanitas. Di satu sisi, IMM harus menumbuhkan tradisi berpikir kritis dan ilmiah di sisi lain, ia harus meneguhkan spiritualitas dan keikhlasan dalam berjuang. Kader IMM idealnya bukan hanya “pintar berpendapat”, tetapi juga “mampu berempati”. Bukan hanya “aktif berorganisasi”, tetapi juga “tulus dalam pengabdian”. Di titik inilah refleksi menemukan maknanya menjadikan kaderisasi sebagai proses penyatuan akal, rasa, dan iman.

Refleksi mendalam terhadap gerakan IMM adalah bentuk cinta kepada organisasi, kepada nilai-nilai perjuangan, dan kepada generasi yang akan datang. Cinta inilah yang mendorong setiap kader untuk tidak berhenti pada kepuasan diri, tetapi terus memperbaiki dan memperbaharui gerakan dengan semangat ikhlas dan progresif.

Akhirnya, kaderisasi IMM akan menemukan maknanya ketika setiap kader mampu menjadikan nilai-nilai Islam sebagai dasar berpikir, bergerak, dan berjuang. Ketika ilmu, iman, dan amal menyatu dalam langkah-langkah nyata, maka di sanalah IMM meneguhkan dirinya sebagai gerakan yang tidak hanya membentuk manusia berpikir, tetapi juga manusia yang berjiwa.

Dan selama semangat refleksi itu terus dijaga, IMM akan selalu tumbuh bukan sekadar bertahan, tetapi berkembang menuju peradaban yang berkemajuan dan berkeadilan.

  • About
    Redaksi IMM Surabaya

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like