Q.S. Ali Imran Ayat 104: Spirit Mendakwahkan Islam Moderat

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Adi Swandana)

 

Dalam pandangan umum, Islam moderat sering dikenal sebagai wujud universalitas ajaran agama Islam. Hal ini kemudian berimplikasi pada sebuah pendekatan Islam yang menemukan keseimbangan dengan berada di antara dua kutub ekstrem dalam pandangan keagamaan, yakni kiri-radikal dan kanan-liberal. Alhasil, konsep Islam di sini memiliki karakter yang lebih inklusif, toleran, dan dialektis dengan setiap perbedaan (Zuhri, 2022).

Di Indonesia, upaya mewujudkan Islam moderat faktanya masih terbilang belum maksimal. Bukan tanpa sebab, beragamnya pemahaman dan keyakinan dalam tubuh masyarakat Islam sendiri justru menjadi masalah yang cukup riskan di negara ini. Misalnya, perbedaan metode dakwah yang dilakukan oleh masing-masing kelompok Islam di Indonesia tidak jarang berujung pada tuduhan ajaran bidah, penolakan adat dan budaya, hingga pencemaran agama.

Oleh sebab itu, salah satu dalil yang kiranya memiliki relevansi dalam mendakwahkan Islam secara moderat adalah Q.S. Ali Imran ayat 104. Ayat ini menawarkan prinsip-prinsip yang esensial dalam membentuk pandangan Islam moderat; inklusif, toleran, dan progresif. Melalui pemahaman mendalam terhadap ayat ini, diharapkan umat muslim –terutama bagi para pendakwah– dapat membangun masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian.

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ ب ِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْل ِحُوْنَ

Artinya: “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

 

Tadabur Makna Q.S. Ali Imran [3]: 104

Ibn Kathir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim (Jilid 2, hal. 91) mengutip perkataan Abu Ja’far Al-Baqir di mana Nabi Muhammad Saw. bersabda bahwa yang dimaksud dengan al-khair (kebajikan) adalah itibak kepada Alquran dan sunnah beliau. Ayat ini dalam pandangan Ibn Kathir ditujukan agar ada segolongan orang yang mampu untuk melaksanakan tugas ini terlepas dari kewajiban dakwah bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Sementara itu, makna al-ma’ruf dan al-munkar dalam pembahasan ini kiranya relevan dengan makna yang diberikan oleh Tafsir Kemenag. ­Al-ma’ruf sendiri bermakna segala kebaikan yang diperintahkan oleh agama serta bermanfaat untuk kebaikan individu dan masyarakat, sedangkan al-munkar adalah setiap keburukan yang dilarang oleh agama serta merusak kehidupan individu dan masyarakat.

Selain itu, terdapat beberapa hal penting yang menjadi syarat bagi seseorang yang hendak mendakwahkan agama Islam–terlebih Islam moderat. Syarat tersebut di antaranya seperti memahami Alquran dan sunnah beserta sejarah Nabi hingga khulafaurasyidin; memahami kondisi bangsa yang didakwahi; memahami bahasa masyarakat yang akan didakwahi; serta mengetahui agama dan mazhab yang tengah berkembang di dalamnya (Ash-Shiddieqy, 2000: 658).

Ash-Shiddieqy ketika menafsirkan Q.S. Ali Imran ayat 104 dalam Tafsir Alquranul Majid An-Nuur juga mengatakan bahwa tugas dakwah sendiri tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memahami rahasia agama, hikmah-hikmah syariat beserta fikihnya. Dalam sambungnya, Ash-Shiddieqy menilai orang yang bisa melaksanakan tugas dakwah adalah mereka yang mampu menerapkan ajaran-ajaran Islam sesuai dengan kemaslahatan manusia di segala tempat dan masa.

Di lain sisi, Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah (Jilid 2, hal. 175-176) berpendapat bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan pada Q.S. Ali Imran ayat 104. Pertama, nilai-nilai ilahi hendaknya disampaikan dengan cara persuasif yang baik (al-khair) dan tidak memaksa. Kedua, al-ma’ruf dan al-munkar merupakan sebuah konsensus dari suatu masyarakat, sehingga bisa jadi akan terdapat perbedaan dengan konsensus dari masyarakat Islam di suatu tempat dan masa yang berbeda.

Di sinilah poin yang ingin disampaikan oleh Shihab bahwa Islam sendiri juga terbuka dengan perkembangan positif dari suatu masyarakat. Hal ini bertujuan agar ajaran yang disampaikan dalam Alquran tidak terkesan dipaksakan, namun lebih ke arah penyesuaian dengan kondisi di mana Islam itu disampaikan dengan tetap berpegang pada prinsip al-khair.

Dengan kata lain, menjadi Islam moderat dalam pandangan Shihab adalah yang berpedoman pada kaidah al-muhafazah ‘ala al-qadim al-salih wa al-’akhdu bi al-jadid al-aslih (mempertahankan nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik).

 

Mendakwahkan Islam Moderat di Indonesia

Dalam upaya mendakwahkan Islam moderat, ayat ini memberikan pelajaran yang jelas tentang bagaimana seharusnya agama Islam disampaikan kepada masyarakat luas. Ayat ini menekankan pentingnya mendakwahkan kebajikan dalam kehidupan masyarakat, yakni mengajak pada al-ma’ruf dan mencegah pada al-munkar.

Mendakwahkan Islam moderat –beserta cara-cara yang moderat pula– dirasa menjadi sebuah urgensi di masa kini. Hal ini berangkat dari beberapa persoalan seputar isu sosial keagamaan seperti dalam catatan akhir tahun 2023 tentang situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KKB) di Indonesia yang dirilis oleh Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan.

Dalam catatan tersebut, setidaknya terdapat lima isu yang dinilai masih akan menjadi tantangan di masa mendatang; perkara rumah ibadat, media sosial dan penodaan agama, persoalan penganut kepercayaan, rasa ketidakpercayaan korban pelanggaran KKB terhadap negara, dan peningkatan konflik keagamaan di tahun politik.

Di samping persoalan di atas, mungkin masih banyak lagi isu-isu maupun konflik sosial keagamaan di luar sana yang hendaknya perlu disadari oleh umat Islam. Kesadaran dalam hal ini salah satunya melalui dakwah yang lebih moderat; disesuaikan dengan kondisi zaman, bangsa, dan umat. Sikap saling menghargai perbedaan dan terbuka dengan setiap perkembangan zaman diharapkan dapat terwujud, sehingga Islam pun tidak dipandang sebagai agama yang kaku lagi jumud.

Dalam konteks Indonesia, memahami Q.S. Ali Imran ayat 104 memiliki relevansi untuk mendakwahkan Islam moderat agar lebih maksimal. Melalui cara-cara dakwah yang bijaksana, umat Islam di Indonesia dapat menjadi kekuatan yang positif dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif, toleran, dan beradab. Ini juga sejalan dengan semangat Pancasila, yang menekankan persatuan, keadilan sosial, dan keragaman sebagai nilai-nilai fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Islam moderat dapat menjadi solusi yang efektif dalam menghadapi tantangan-tantangan kompleks yang dihadapi oleh masyarakat modern di masa depan. Dengan demikian, menjadikan Q.S. Ali Imran ayat 104 sebagai salah satu landasan di setiap upaya dakwah diharapkan tidak hanya terbatas pada konteks agama semata, melainkan turut memberikan dampak dalam hal pembangunan sosial dan kemajuan kemanusiaan secara luas melalui wujud Islam moderat itu sendiri.


 

*Penulis adalah Ketua Umum IMM Komisariat Ushuluddin dan Filsafat dan Anggota Korps Instruktur.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *