Recent News

“Ngaji HPT” Tak Lagi Relevan: IMM, Generasi Muda dan Krisis Hakikat Diri

Surabaya – Di lingkungan IMM, “ngaji HPT” sudah menjadi tradisi turun-temurun dalam perkaderan. Himpunan Putusan Tarjih (HPT) memang kaya akan fatwa dan panduan keagamaan yang penting. Namun, pertanyaannya: apakah fokus pada HPT masih relevan sebagai prioritas utama bagi kader IMM di era sekarang?

Realitasnya, meski beberapa kader telah mencoba mengkontekstualisasikan HPT sesuai tantangan zaman, fokus tersebut tetap terasa kurang “mengena”. Mahasiswa dan pemuda hari ini menghadapi krisis identitas, kegersangan spiritual, dan kebingungan makna hidup. Mereka hidup dalam tekanan sosial, digitalisasi, dan berbagai persoalan psikologis yang kompleks.

Dalam konteks itu, “ngaji HPT” yang terlalu normatif dan legalistik cenderung hanya menjadi hafalan tanpa menyentuh kedalaman batin dan kecerdasan emosional kader. Bahkan, hal ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak kader IMM kurang tertarik mengikuti kajian keislaman di organisasi. Kajian yang terkesan kaku dan tidak relevan dengan persoalan hidup nyata mahasiswa justru berkontribusi pada degradasi religiusitas di mana keimanan hanya menjadi ritual formal yang kehilangan makna dan kekuatan.

Oleh karena itu, kajian keislaman di IMM harus bersifat membebaskan; membebaskan kader dari persoalan hidup yang menekan mereka seperti kegelisahan identitas, kecemasan masa depan, tekanan sosial, dan pencarian makna. Kajian ini tidak hanya soal hukum dan aturan, tapi tentang menghidupkan spiritualitas, membangun kesadaran diri, dan memperkuat misi hidup.

IMM harus bertransformasi menjadi gerakan yang Teo-antropo-sentris: berpusat pada kesadaran ketuhanan dan kemanusiaan. Ini dimulai dengan membangun kesadaran tiga dimensi penting :

  1. Kesadaran Tuhaniyyah: Menyadari asal-usul manusia dari Tuhan dan fitrah ilahiyahnya.
  2. Kesadaran Kemanusiaan: Memahami posisi manusia sebagai makhluk sosial dan pembawa amanah.
  3. Kesadaran Profetik: Menyadari bahwa setiap kader adalah agen perubahan sosial dan pembawa misi kebaikan.

Perkaderan yang fokus pada aspek-aspek ini tidak hanya memperkuat iman secara vertikal, tetapi juga menumbuhkan tanggung jawab sosial yang nyata. Di sinilah IMM dapat menjadi gerakan intelektual dan spiritual yang benar-benar membebaskan dan memberdayakan kadernya.

Karenanya, materi perkaderan harus dikembangkan agar menyentuh dimensi eksistensial kader, seperti teologi eksistensial Islam, kesadaran diri, serta humanisme profetik. Dengan begitu, kader IMM tidak hanya menjadi penghafal hukum agama, tetapi insan yang sadar misi dan potensi dirinya dalam membangun masyarakat.

Sudah saatnya IMM meninggalkan fokus berlebihan pada “ngaji HPT” dan beralih menjadi gerakan kesadaran hakikat manusia yang autentik dan kontekstual, yang mampu menjawab kebutuhan spiritual dan sosial generasi muda masa kini. (*)

Oleh: Ahmad Ghozi Al Afnan, Sekretaris Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman PC IMM Kota Surabaya

Tags :

Redaksi IMM Surabaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular News

Recent News

PC IMM Surabaya adalah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Organisasi Otonomi Muhammadiyah

© 2025 PC IMM Surabaya. All Rights Reserved by FeekzzDev.