Diksuswati Surabaya; Sebuah Upaya Memberdayakan Wanita

Para Immawati se-Surabaya sebagai peserta pada acara Diksuswati I PC IMM Kota Surabaya di Universitas Muhammadiyah Surabaya (23/8/2024). (Immsby.or.id/Muhammad Ilhamul Ghonim)

 

Seminggu yang lalu (23/08), beberapa srikandi Ikatan berkumpul untuk berbagi rasa ingin tahu di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya. Perkumpulan tersebut diinisiasi oleh Bidang Immawati Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Surabaya dalam sebuah forum dialektika bernama “Pendidikan Khusus Immawati” atau biasa disebut dengan “Diksuswati”.

Mengusung tema “Shine for Change, Empower for Justice”, acara yang berlangsung selama tiga hari dua malam ini cukup menarik antusias para Immawati yang memang suka diskusi. Paling tidak sebanyak 22 delegasi Immawati yang berasal dari berbagai komisariat di Surabaya seakan-akan memberi satu sinyal bahwa aktivisme perempuan di tubuh Ikatan masih eksis di tengah perannya yang kerap dipertanyakan.

Para Immawati yang ikut pun berasal dari pimpinan kampus-kampus ternama seperti UIN Sunan Ampel Surabaya, UM Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, hingga Ma’had Umar. Dari sini mungkin bisa menjadi jawaban bahwa boleh jadi para Immawati tidak sekadar pelengkap gerakan dan hanya tertutupi oleh bayang-bayang sosok-sosok Immawan, melainkan mereka hanya perlu diberi wadah untuk setidaknya dapat merasakan perannya sebagai aktivis muslimah Muhammadiyah.

Semangat untuk berbagi pengalaman, berdiskusi, dan memperoleh wawasan baru terkait isu-isu perempuan pun begitu terasa dalam ruang-ruang acara. Suasana penuh semangat selama kegiatan mencerminkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap pentingnya peran perempuan dalam masyarakat pada umumnya, serta keinginan kuat untuk memperdalam pengetahuan demi memperkuat kontribusi mereka sebagai kader IMM pada khususnya.

           

Diksuswati Surabaya dan Harapan di Dalamnya

Immawati Amanat sholikah, selaku Ketua Korps Immawati PC IMM Kota Surabaya, memperkenalkan tentang apa itu Diksuswati ini. Amanat menyebutkan bahwa sebagaimana Diksuswati I adalah pendidikan khusus Immawati tingkat satu (cabang), sehingga momen ini merupakan wadah peningkatan kualitas pengetahuan kader khususnya bagi Immawati dalam hal keperempuanan.

Amanat juga menyampaikan terkait esensi Diksuswati ini bukan hanya sekadar pemberian teori, tetapi juga dibarengi dengan solusi dan praktik. Dengan kata lain, kegiatan ini tidak hanya berisi pembahasan tentang teori-teori semata. Lebih dari itu, acara ini juga dilengkapi dengan menawarkan solusi praktis dan penerapan langsung, sehingga para peserta dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka peroleh secara nyata nantinya.

Perihal tema, Amanat menjelaskan makna “Shine for Change, Empower for Justice” yang menggambarkan peran Immawati sebagai sumber inspirasi untuk perubahan ke arah yang lebih positif. Selain itu, tema ini menekankan pentingnya memberdayakan perempuan, baik secara individu maupun kolektif, serta memperjuangkan keadilan dan kesetaraan bagi mereka.

“Makna ini mencerminkan komitmen Immawati untuk tidak hanya menjadi agen perubahan, tetapi juga untuk mendukung dan memperkuat peran perempuan dalam mencapai keadilan sosial,” jelas Amanat.

Tentunya, kegiatan ini memiliki harapan-harapan dari segala pihak yang ada di dalamnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Master of Training (MoT) Diksuswati 1 PC IMM Surabaya 2024, Almasy Tsalisa Haiba yang berharap agar acara istimewa bagi para Immawati ini bisa menjadi momen refleksi bersama. “Diksuswati berpotensi menjadi wadah refleksi mendalam bagi perempuan dalam memahami peran mereka di masyarakat, membahas solusi inovatif atas masalah yang mereka hadapi, serta mengadvokasi hak-hak perempuan dengan pendekatan kritis dan strategis,” harapnya.

Dengan demikian, kegiatan ini tidak hanya berfokus pada pemahaman, tetapi juga mendorong pembahasan solusi inovatif terhadap masalah yang dihadapi perempuan, serta mengadvokasi hak-hak mereka melalui pendekatan kritis dan strategis. Kegiatan ini juga memberikan kesempatan bagi perempuan untuk terhubung dengan para pemangku kepentingan yang berpengaruh, membangun jaringan dukungan yang kuat, dan memperkokoh solidaritas. Solidaritas ini menjadi landasan utama dalam pemberdayaan kolektif dan dapat menjadi pemicu perubahan sosial yang signifikan.

 

Eksklusifitas Diksuswati: Upaya Menyiapkan Kader atau Bias Gender?

Terlepas dari apresiasi positif terhadap Diksuswati PC IMM Kota Surabaya tahun ini, beberapa kritik pun tetap muncul dari sebagian orang. Misalnya, banyak pihak yang menyayangkan bahwa Diksuswati kali ini hanya dibuka untuk regional IMM se-Surabaya. Alasan dari hal ini sendiri adalah guna menyesuaikan dengan keluaran yang dihasilkan, yakni berupa juknis pemberdayaan yang melibatkan stakeholder di area regional Surabaya untuk mempermudah upaya pengontrolan secara langsung ke depannya.

Menjawab kritik di atas, Immawati A’alimah Qurrota’ Ayun selaku Vice of Master of Training (VMoT) menjelaskan apabila Diksuswati Surabaya diadakan untuk skala nasional sementara keluaran yang dikehendaki adalah juknis, maka hal tersebut dirasa terlalu meluas. “Juknis kan fungsinya langsung nyasar ke siapa objeknya gitu kan. Jadi, kalau dibuat nasional, wah, gak bisa mengontrol gitu tujuannya,” ujarnya.

Hal ini juga yang menurut A’yun menjadi alasan mengapa Diksuswati kali ini juga tidak dibuka untuk Immawan seperti halnya di tahun-tahun sebelumnya. “Keluaran juknis pemberdayaan itu, agaknya yang mengeksekusi adalah perempuan gitu, lho. Makanya kenapa kolaborasinya sama DP3APPKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana),” imbuh A’yun.

Immawati Miftahul Jannah selaku peserta mengungkapkan bahwa kegiatan ini menyenangkan karena dapat menjadi ruang diskusi.

”Pelaksanaan Diksuswati ini alhamdulillah seru. Apalagi forum FGD-nya, pembahasannya lebih menyeluruh, gak monoton gitu,” tuturnya.

Adapun menurut Azlin Huwaida Az-Zahra yang juga sebagai peserta, mengaku bahwa acara ini bermanfaat dan bernilai baginya. Ia bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar lebih dalam mengenai topik yang disenanginya tentang feminisme.

“Materi feminisme dari Kak Radius, itu favorit sih, materi favorit. Soalnya aku tertarik ke dunia feminisme juga. Tapi gak menutup kemungkinan kalau materi-materi yang lain juga seru gitu. Misalnya, materi gender yang pertama itu juga seru, terus yang materi Risalah Perempuan Berkemajuan itu juga seru,” ungkap Azlin.

Tak lupa, Azlin pun turut sematkan harapan dan saran untuk acara Diksuswati kali ini. “Semoga kegiatan ini gak mati sih, terus sesuai dengan saran anak-anak kemarin, semoga Immawan juga turut serta di acara Diksuswati ini biar kita tahu juga POV dari immawan tuh kayak gimana gitu,” pungkasnya.


 

*Penulis adalah Sekretaris Umum IMM Komisariat Ushuluddin dan Filsafat dan Anggota KM3.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *