Kenapa manusia bisa merasakan kecemasan atas dirinya? Mulai dari kesepian bahkan kehampaan. Apakah manusia butuh tempat untuk bercerita, dan dimana tempat yang nyaman untuk menceritakannya?
Kehampaan adalah kondisi yang dihadapi ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Kesepian merupakan ancaman dahsyat bagi manusia, dan membuatnya takut dicekam sepi (Hermawan, 2021).
Sepenting apa sih manusia perlu tempat untuk bercerita? Apakah dengan bercerita bisa menjadi lebih baik? Lalu dimana dan dengan siapa, untuk membagi kisah perasaan yang sedang dialami baik itu senang atau sedih?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal atau peristiwa atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan.
Sepertinya, kita sebagai manusia perlu untuk membagi cerita baik keluh kisah maupun kabar gembira yang ingin disampaikan. Dari hal ini bisa menjadi bentuk rasa ungkapannya yang ingin didengarkan oleh orang lain dan tidak meresakan bahwa dia merasa sendiri lagi.
Berbicara memperoleh ide dan inspirasi, jangan-jangan dengan bercerita bisa menumbuhkan nilai inspiratif di dalamnya. Karena dengan adanya komunikasi dari sebuah cerita manusia dapat menumbuhkan perasaan di luar antar individu yang berbeda. Terdapat respon maupun tanggapan yang ada.
Nilai inspiratif dapat diperoleh dari mana saja, tak jarang banyak manusia mencari inspirasi di manapun itu. Melihat warung kopi yang menurutku sangat hebat bisa menjadi tempat yang cocok dan opsi bagus. Karena dapat untuk mencari sebuah ide atau hanya untuk mengistirahatkan pikiran sejenak setelah jenuhnya aktivitas.
Mencari kenyamanan tempat untuk mengembangkan motivasi atau inspirasi sebuah ide liar terkadang bisa muncul di tempat yang nyaman. Melalui warung kopi, jangan-jangan bisa menghasilkan motivasi yang baik dan membuat lebih nyaman.
Abraham Maslow melukiskan kehidupan manusia sebagai mahluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan maka kebutuhan yang lainnya akan muncul menuntut kepuasan, begitu seterusnya (Muzdalifah, 2018).
Jangan-jangan dengan pergi ke warung kopi bisa menjadi tempat yang cocok untuk membahas sesuatu yang bersifat rundingan atau pembahasan bersama. Bagi beberapa orang yang suka pergi ke warung kopi dapat dijadikan opsi, baik untuk menikmati hidangan atau minuman atau memulai forum hingga tempat bercerita bersama.
Jika mengaitkan dari kisah bercerita, membuka rundingan bersama, dan sambil mencoba cita rasa menu yang ada maka ketika dijadikan tempat untuk bermusyawarah membahas dalam sebuah forum diskusi bisa menjadi saran opsi bagus.
Melihat dari organisasi kita, IMM yang digaungkan akan semangat untuk berdiskusi bersama. Menjadi wadah yang menampung aspirasi suara bahkan menjadi tempat berkembangya para kader-kader hebat.
Dengan banyaknya cara pendekatan dalam sisi emosional baik antara kader dan pimpinannya, maka dengan duduk bercerita bersama sambil bertanya akan keluh kesah yang terjadi, dengan harapan dapat memotivasi akan kader itu sendiri.
Namun terkadang, kita masih “dihantui” oleh takutnya berdiskusi di warung kopi. Merasa takut jika kemudian diajak ngobrol yang tidak jelas, bingung dengan perkara diskusi, mempunyai trust issue tersendiri dengan alasan “Takut diajak ngopi.”
Mungkin dari hal ini terdapat kader yang menilai “Diskusi Di Warung Kopi Tidak Menarik”. Padahal, menarik atau tidaknya berdiskusi bisa dilihat dari seberapa sumbangsih apa yang dapat kita berikan. Justru dengan banyaknya berdiskusi, kita dilatih untuk belajar memecahkan masalah dan memperluas wawasan.
Bagaimana agar diskusi di warung kopi menjadi menarik? Bagaimana agar kader-kader memiliki semangat berdiskusi bersama? Bagaimana agar kegiatan diskusi tidak sebatas hanya untuk sekedar ngopi mencari WiFi? Bagaimana agar IMM mencari solusi untuk diskusi di warung kopi menjadi menarik? Saya rasa perlu bersama-sama untuk menjawabnya dan dapat menjadi saran bersama.
Persoalan di atas tersebut merupakan persoalan yang masih bisa diuraikan bersama dengan pendekatan-pendekatan komunikasi bersama yang baik. Besar harapan dengan adanya diskusi warung kopi bisa menjembatani bagi mereka yang suka nongkrong dan menikmati kopi, hingga bisa diselingi untuk saling bertukar pikiran bersama.
Akhir kata, dari tulisan ini semoga bisa ada balasan lain dengan harapan besar dapat memberikan solusi untuk menemukan tempat dan waktu bercerita. Secangkir kopi dengan harapan segudang warna untuk mencari inspirasi. Tetaplah berkreasi!
*Penulis adalah Kader IMM Komisariat Ushuluddin dan FIlsafat.