Surabaya – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Muhammadiyah Surabaya menyelenggarakan diskusi bertema Studi Tokoh Kuntowijoyo: Refleksi Profetik Ikatan, Jumat (11/7/2025). Kegiatan ini menjadi salah satu agenda diskusi keilmuan IMM dan diikuti lebih dari 25 peserta. Habib Muzaki, S.Ag., hadir sebagai pemateri dalam acara tersebut.
Diskusi tersebut merupakan program kerja Bidang Kader yang bekerja sama dengan Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK). Diskusi ini sebagai rangkaian kajian perjenjangan, khususnya jenjang atas, yang diikuti oleh kader angkatan 2021–2022 yang kini menjabat sebagai ketua umum komisariat IMM se-UMSurabaya beserta jajaran koordinator komisariat.
“Saya berharap kegiatan diskusi semacam ini bisa menumbuhkan kesadaran keilmuan di kalangan kader IMM. Melalui pembahasan pemikiran intelektual Muhammadiyah, kita ingin kader menjadi akrab dengan diskusi yang mendalam seperti ini,” ujar Zulkarnain, Ketua Bidang RPK.
Dalam materinya, Habib Muzaki, menekankan pentingnya bagi kader IMM untuk mengenal sosok Kuntowijoyo sekaligus pemikirannya. Ia menjelaskan bahwa nilai profetik berperan penting di tengah dinamika hari ini dalam membangkitkan kesadaran transformatif melalui prinsip humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Lebih lanjut, Habib Muzaki menjelaskan bahwa Ilmu Sosial Profetik (ISP) Kuntowijoyo memiliki keunikan dibanding pendekatan ilmu lainnya. Keistimewaan tersebut terletak pada keberpihakan emansipatoris.
“Ilmu Sosial Profetik tidak sekadar mendeskripsikan realitas, tetapi juga dimanfaatkan untuk merekayasa kondisi sosial yang lebih emansipatoris agar tercapai cita-cita Islam,” lanjutnya.
Suasana diskusi berlangsung partisipatif dan penuh gagasan mendalam. Banyak peserta aktif menyampaikan pandangan dan pertanyaan selama pemaparan. Pemateri juga mengajak peserta untuk merefleksikan apakah nilai-nilai profetik tersebut sudah diterapkan dalam pergerakan IMM sehari-hari.
Di hadapan jajaran Koorkom dan Ketua Umum komisariat IMMse-UMSurabaya, Habib Muzaki juga mengkritisi karakter IMM hari ini yang setiap pergerakan dan aktivismenya tidak terlandasi dengan ilmu.
Pemateri juga mempertanyakan mengapa dalam berbagai kegiatan IMM, landasan keilmuan sering kali tidak terlihat. Ilmu yang mereka pelajari di kuliah jarang dimanfaatkan secara nyata untuk menyelesaikan persoalan, terkhusus di internal IMM. Lebih lanjut Habib Muzaki mendorong supaya tiap pergerakan aktivisme kita terbiasa dengan pendasaran pada ilmu.
“Selama ini pergerakan kita jarang dilandasi ilmu. Ambil saja contoh dalam perkaderan, kita masih lebih banyak bertumpu pada pengalaman daripada landasan keilmuan,” tambahnya.
Ia menyarankan setiap lini di IMM berbasis keilmuan dan mendorong kolaborasi kader sesuai bidang studinya. Misalnya, kader jurusan pendidikan dapat mengembangkan sistem perkaderan, sedangkan kader dari disiplin ilmu lain turut memberi kontribusi sesuai keahlian masing-masing.
Ia juga menekankan, pergerakan kita harus berorientasi profetik dan transendensi, dalam artian setiap upaya pergerakan kita mesti didorong oleh semangat ibadah.
“Menurut saya, diskusi ideologi seperti ini adalah langkah awal untuk membangkitkan kembali kesadaran kader IMM. Tidak ada alasan pergerakan tanpa landasan islam profetis,” ujar Roby selaku peserta diskusi.
Sita, Ketua Bidang Kader juga mengimbuhkan, kajian dan diskusi seperti ini perlu rutin diselenggarakan lagi, sebagai upaya pendalaman ideologi yang lebih mendalam dan terarah. (*)
Oleh Rafif Burhanudin Muhammad, Ketua KM3 PC IMM Kota Surabaya