Bank Sampah: Solusi Alternatif Pengurangan Limbah di Kota Surabaya

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Muhammad Habib Muzaki)

 

Sampah masih menjadi masalah yang serius di Kota Surabaya. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menjelaskan bahwa volume sampah yang masuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo telah mencapai 1.600 ton per hari sepanjang tahun 2023. Jumlah tersebut tampaknya mengalami penaikan ketimbang volume sampah di tahun sebelumnya (2022) yang hanya sebesar 1.590 ton.

Selanjutnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya juga menjelaskan mengenai penyebab dari naiknya volume sampah tersebut adalah perekonomian masyarakat yang sudah kembali normal dan kian meningkat. Hal tersebut juga tidak lepas dari meningkatnya tingkat mobilisasi masyarakat di Kota Surabaya pasca melandainya pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Kondisi ini tentu akan lebih diperparah dengan penggunaan metode konvensional yang masih dilakukan dalam hal pengelolaan sampah. Belum lagi dengan keterbatasan lahan yang ada untuk tempat pembuangan sampah, serta angka pertumbuhan penduduk yang terus bertambah menjadikan masalah ini semakin runyam untuk diselesaikan.

Oleh karenanya, di sinilah peran masyarakat sangat penting guna menanggulangi masalah sampah yang masih banyak ini. Dengan kata lain, masyarakat sendiri mempunyai peran yang begitu signifikan untuk melakukan pengurangan volume sampah sekaligus juga dalam hal pengelolaannya. Salah satu cara yang bisa diupayakan yaitu dengan reduksi sampah atau pengurangan jumlah volume sampah.

Reduksi sampah sendiri merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi volume sampah. Hal itu termasuk salah satu tindakan dari 5R, yaitu Reduce atau mengurangi sampah; Reuse atau menggunakan kembali sampah tersebut; Recycle atau mendaur ulang sampah; Replace atau mengganti sampah; dan Replant atau menanam kembali.

Salah satu perkembangan dari konsep 5R adalah gerakan pengurangan sampah melalui pendirian bank sampah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 13 tahun 2012 Pasal 1, bank sampah merupakan tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi.

Melalui adanya bank sampah ini masyarakat dianjurkan untuk dapat menyetorkan atau mengirimkan sampah di lingkungan mereka setiap hari ke suatu pusat pengumpulan sampah atau tempat pembuangan sampah (TPS). Sebagai imbalannya, masyarakat yang secara aktif berpartisipasi dengan mengirimkan sampahnya akan menerima insentif atau uang.

Seiring dengan tuntutan keberlanjutan dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan, konsep bank sampah muncul sebagai solusi inovatif untuk mengatasi masalah sampah di berbagai masyarakat. Sejarah Bank sampah mencerminkan perjalanan panjang dalam upaya menuju pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Bank sampah pertama kali muncul di negara-negara maju pada pertengahan abad ke-20 sebagai respons terhadap krisis lingkungan yang mulai terasa. Pada saat itu, keberlanjutan dan pelestarian lingkungan mulai menjadi isu global yang mendesak. Bank sampah diciptakan untuk mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap limbah yang dihasilkan, serta memberikan insentif ekonomi melalui pengumpulan dan pengelolaan sampah yang efektif.

Namun, implementasi Bank sampah tidak berhenti di negara-negara maju saja. Di berbagai negara berkembang, khususnya di Asia, Bank sampah menjadi solusi yang diadopsi untuk mengatasi masalah sampah yang semakin meluas. Kota-kota besar seperti Manila di Filipina, Bangkok di Thailand bahkan Surabaya di Indonesia pun sudah mulai menerapkan konsep bank sampah sebagai bagian dari strategi pengelolaan sampah mereka.

Perjalanan sejarah bank sampah juga mencerminkan evolusi konsep tersebut. Dari awalnya hanya sebagai tempat pengumpulan sampah, bank sampah kian berkembang menjadi pusat pengelolaan limbah yang lebih kompleks. Masyarakat tidak hanya diharapkan untuk menyetor sampah, tetapi juga terlibat dalam proses daur ulang dan pengelolaan sampah yang lebih efisien.

Keberhasilan bank sampah tidak hanya terletak pada aspek pengelolaan sampah secara teknis, tetapi juga pada peran sosialnya. Bank sampah mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah, menciptakan kesadaran akan pentingnya mendaur ulang dan mengurangi limbah. Inovasi-inovasi seperti insentif ekonomi, program edukasi, dan pemberdayaan masyarakat menjadi kunci sukses dalam menjalankan bank sampah.

Program bank sampah tentunya juga tidak terlepas dari upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan sendiri adalah sebuah usaha untuk memperbaiki kehidupan masyarakat melalui cara memberikan pelajaran pengendalian kekuatan ekonomi, sosial, dan politik. Salah satu contohnya sendiri seperti program pemberdayaan yang ada di bank sampah Bintang Mangrove Kelurahan Gunung Anyar Tambak Kecamatan Gunung Anyar, Kota Surabaya.

Pemberdayaan masyarakat pada program bank sampah Bintang Mangrove sendiri berupa simpan pinjam, yakni dengan memberikan pinjaman cukup dengan syarat mengumpulkan sampah. Hal ini pun memudahkan bagi masyarakat yang membutuhkan agar tidak terbebani karena mengembalikan pinjaman. Selain program simpan pinjam, di bank sampah Bintang Mangrove juga ada program daur ulang, di mana sampah-sampah yang dikumpulkan oleh pengepul bisa didaur ulang kembali menjadi karya seni yang bernilai seperti tempat pensil dari kaleng bekas, bros, hiasan dari sedotan dan asbak dari kaleng.

Meskipun telah mencapai banyak kesuksesan, masih banyak tantangan yang harus diselesaikan dari adanya program bank sampah. Mulai dari keterbatasan lahan, kurangnya pendanaan, dan kurangnya pemahaman dari kalangan masyarakat yang masih menjadi hambatan utama. Namun, dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan urgensi penanggulangan masalah lingkungan, maka harapan masa depan bank sampah sebagai solusi yang berkelanjutan akan terus ada.

Sebagai sesuatu perjalanan panjang yang penuh dengan inovasi dan tantangan, adanya bank sampah ini juga tidak hanya sekadar memberikan solusi untuk menanggulangi permasalahan sampah. Lebih dari itu, program bank sampah telah mengajarkan kepada masyarakat tentang pentingnya kolaborasi antar instrumen, baik pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta demi bersama-sama menjaga keberlanjutan bumi dari limbah-limbah lingkungan.

Sejarah bank sampah telah menjadi salah satu gagasan transformasi yang positif yang bisa dicapai dengan bersatu untuk membangun lingkungan yang lebih baik demi generasi mendatang. Harapannya program bank sampah ini akan berlanjut untuk terus melakukan pemberdayaan melalui program-programnya, serta bisa terus dikembangkan ke setiap kota, bukan hanya di Kota Surabaya saja.

 


 

*Penulis adalah Ketua Bidang Lingkungan Hidup PC IMM Kota Surabaya

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *