Membumikan Trilogi IMM : Dalam Gerakan Sosial Era Milenial

Oleh : Syarif Hidayat Anggota Bidang Sosial Pemberdayaan Masyarakat PC IMM SURABAYA             Di tengah perubahan sosial yang kian cepat...

Oleh : Syarif Hidayat

Anggota Bidang Sosial Pemberdayaan Masyarakat PC IMM SURABAYA

            Di tengah perubahan sosial yang kian cepat dan semakin kompleks ini, peran organisasi mahasiswa sebagai agen transformasi sosial dituntut semakin adaptif, relevan, dan kontekstual. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang bergerak di ranah mahasiswa, memikul tanggung jawab ideologis dan praksis dalam mewujudkan visi Islam berkemajuan melalui kaderisasi, keilmuan, dan gerakan sosial.

            Sebagai organisasi kader, IMM memiliki pijakan ideologis yang kuat dalam bentuk Trilogi IMM, yakni Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas. Ketiga prinsip dasar ini merupakan kompas moral dan arah gerak IMM dalam menjalankan fungsi keislaman, keilmuan, dan kemanusiaan secara integral. Namun, dalam konteks era milenial—yang ditandai oleh digitalisasi, disrupsi informasi, serta pergeseran nilai sosial—trilogi IMM perlu terus diaktualisasikan agar tidak menjadi jargon simbolik semata, melainkan prinsip hidup dan praksis gerakan yang membumi.

Religiusitas: Fondasi Spiritualitas yang Membumi

            Religiusitas dalam trilogi IMM tidak hanya dimaknai secara ritualistik semata, tetapi sebagai manifestasi nilai-nilai ketuhanan dalam seluruh aspek kehidupan. IMM, sebagai bagian dari gerakan Islam, sepatutnya menjadikan religiusitas sebagai energi spiritual yang mendorong terwujudnya etika sosial, keadilan, dan keberpihakan terhadap kaum mustadh’afin.

            Dalam menghadapi tantangan era milenial seperti sekularisasi nilai, krisis identitas spiritual, dan maraknya perilaku hedonistik, IMM perlu menegaskan kembali peran religiusitas sebagai dasar moral dalam gerakan sosial. Religiusitas bukanlah dogma yang mengalienasi, tetapi kekuatan etis yang menyatu dengan realitas.

            Sebagaimana ditegaskan oleh KH Ahmad Dahlan, “Agama harus dibawa ke tengah kehidupan, bukan hanya dipelajari di tempat ibadah.” Pernyataan ini memperkuat pentingnya menjadikan nilai-nilai keislaman sebagai pedoman dalam praksis sosial. Dalam konteks IMM, religiusitas yang membumi berarti menghadirkan semangat ketuhanan dalam pengabdian kepada masyarakat, advokasi sosial, serta pembelaan terhadap hak-hak rakyat tertindas.

Intelektualitas: Membangun Gerakan Berbasis Akal Sehat dan Ilmu

            Aspek intelektualitas dalam trilogi IMM merupakan elemen yang membedakan gerakan IMM dari gerakan lainnya. IMM tidak hanya bergerak berdasarkan semangat, tetapi juga berdasarkan analisis kritis dan konstruksi pemikiran yang mendalam. Intelektualitas adalah alat untuk membaca realitas dan sekaligus menciptakan perubahan.

            Era milenial membawa tantangan serius dalam bentuk banjir informasi, post-truth, dan disinformasi yang mengaburkan batas antara fakta dan opini. Dalam kondisi ini, IMM harus tampil sebagai kekuatan intelektual yang menjernihkan persoalan dan menawarkan solusi. Tradisi keilmuan, diskusi, riset, dan kajian strategis harus direvitalisasi agar IMM mampu melahirkan narasi alternatif yang mencerdaskan publik.

            Prof. Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menekankan bahwa “Gerakan Islam berkemajuan harus mengedepankan ilmu dan akal sehat sebagai pemandu perubahan.” IMM, sebagai bagian dari gerakan Islam berkemajuan, harus mengembangkan tradisi berpikir kritis yang tidak dogmatis, terbuka terhadap perbedaan, namun tetap berakar pada nilai-nilai Islam yang mencerahkan.

            Intelektualitas IMM juga harus diarahkan pada pembentukan kader-kader pemimpin yang visioner, bukan hanya aktivis seremonial. Dalam hal ini, komisariat-komisariat IMM harus menjadi pusat produksi gagasan, bukan sekadar ruang rapat dan pertemuan. Gerakan intelektual IMM harus menjadi rujukan strategis dalam isu-isu sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang berkembang di masyarakat.

Humanitas: Membela Kemanusiaan sebagai Mandat Ideologis

            Aspek terakhir dari trilogi IMM adalah humanitas, yang merupakan pengejawantahan praksis sosial dari religiusitas dan intelektualitas. Gerakan IMM tidak boleh terjebak dalam menara gading akademik atau eksklusivisme ideologis, tetapi harus turun langsung ke akar rumput, menyatu dengan penderitaan rakyat, dan menjadi bagian dari solusi.

            Humanitas berarti menjadikan gerakan IMM sebagai ruang pembelaan terhadap keadilan sosial, hak-hak minoritas, lingkungan hidup, serta isu-isu kemanusiaan lainnya. IMM harus hadir di tengah masyarakat bukan hanya ketika momentum demonstrasi, tetapi dalam bentuk pemberdayaan, advokasi, pendampingan, serta gerakan sosial berbasis data dan kebutuhan masyarakat.

            Era milenial membuka banyak ruang baru untuk gerakan sosial digital yang berbasis humanitas. IMM dapat memanfaatkan teknologi untuk menggerakkan kampanye isu, mengedukasi publik, serta memperluas jangkauan dakwah sosial. Di sinilah peran kreatif kader IMM diuji: apakah mampu menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan melalui inovasi sosial dan teknologi?

            Sebagaimana disampaikan oleh Buya AR Fakhruddin, tokoh Muhammadiyah sekaligus inspirator gerakan kemanusiaan, “Berbuat baik kepada sesama adalah jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.” IMM harus menjadikan humanitas bukan sebagai pelengkap, tetapi sebagai wajah utama dari praksis keislaman yang transformatif.

Membumikan Trilogi IMM: Jalan Menuju Gerakan Progresif

            Membumikan trilogi IMM bukan sekadar tugas normatif, tetapi merupakan proses dialektis yang membutuhkan refleksi dan aksi. IMM perlu melakukan reorientasi strategi gerakan agar mampu menyentuh realitas kekinian tanpa kehilangan akar ideologisnya. Trilogi IMM harus ditransformasikan menjadi program kerja, pendekatan gerakan, dan strategi kaderisasi yang terukur dan berdampak.

            Dalam menghadapi generasi milenial yang dinamis, IMM harus mampu menyajikan narasi perjuangan yang kontekstual, inklusif, dan solutif. Spirit religiusitas, intelektualitas, dan humanitas harus dihidupkan dalam ruang-ruang digital, forum akademik, ruang-ruang komunitas, dan ruang kebijakan publik. IMM bukan hanya tempat “berproses”, tetapi menjadi “ruang peradaban” yang melahirkan kader ideologis, cendekia, dan berjiwa sosial tinggi.

            Sebagai bagian dari keluarga besar Muhammadiyah, IMM harus konsisten menjadi pelopor gerakan mahasiswa yang tidak hanya kritis, tetapi juga solutif dan berkemajuan. Dengan membumikan trilogi IMM, gerakan ini akan tetap relevan di tengah perubahan zaman dan tetap menjadi suluh penerang bagi kehidupan bangsa.

  • About
    Redaksi IMM Surabaya

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like