Gacor Kang! Deflasi Lima Bulan Berturut-turut

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Rafif Burhanuddin M.)

 

Deflasi mungkin jarang orang mengerti, tapi diam-diam menggerogoti ekonomi kita. Memang tidak setenar saudaranya, inflasi. Namun, bahayanya tidak kalah dengan inflasi. Deflasi benar-benar ‘momok ekonomi sebenarnya’ —merayap tanpa suara, lebih liar, lebih sulit ditangani.

Okey, sebelum pembahasan lebih lanjut, apa itu deflasi dan apa bedanya dengan inflasi?

Prinsip dasarnya, penyebab dari inflasi-deflasi ini tidak lepas dari prinsip dasar ekonomi, yaitu ‘demand’ dan ‘supply’. Inflasi terjadi jika demand atau permintaan lebih banyak daripada supply atau persediaan, maka, dengan kelangkaan barang tersebut, harga akan melambung naik.

Sederhananya, deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Kalau Inflasi identik harga-harga barang atau jasa naik melambung tinggi, sementara nilai tukar mata uang menurun. Atau bayangkan saja kondisi yang terjadi jika jumlah uang beredar lebih banyak dari jumlah barang atau jasa. Itulah Infilasi. Kalo deflasi? Ya, sebaliknya.

Banyak supply (persediaan) tapi sedikit demand (permintaan). Terus apa yang terjadi? Ya, penurunan harga barang & jasa yang signifikan. Dan kita mengenalnya sebagai ‘deflasi’.

“Lah, bukannya enak bang harga barang dan jasa jadi murah?”

Tentu saja. Sebagai konsumen, jika dipertemukan dengan harga barang dan jasa yang murah merupakan surga dunia bukan?. Tapi, tunggu sebentar. Bayangkan deh dan pikirin baik-baik, deflasi ini nggak sesimpel kelihatannya. Efeknya bisa jauh lebih rumit dan, ya, bisa jadi malah mengerikan.

Okey, tadi disebutkan bahwa deflasi terjadi karena terjadi ketidakseimbangan antara demand dan supply. Yakni ketika terlalu banyak barang beredar, tapi yang membeli hanya sedikit. Alhasil, stok barang akan menumpuk di gudang.

Syahdan, bagi pengusaha, melihat stok tertimbun di gudang dan tidak laku terjual membuat mereka memutar otak. Apa yang akan dilakukan? Ya, efisiensi. Menurunkan jumlah produksi, lay off karyawan demi efisiensi beban operasional.

Karyawan yang dilay off tidak punya penghasilan, yang berarti tidak bisa membeli barang, sehingga barang terus tertumpuk di gudang. Ini adalah lingkaran setan.

Solusinya? Wait, Nanti dulu, kita bahas penyebab deflasi di Indonesia terlebih dahulu.

Okey, Badan Pusat Statistik Indonesia menyebutkan bahwa deflasi di Indonesia terjadi selama lima bulan berturut-turut, dari Mei – September. Penyebabnya kompleks, dan jika didalami ternyata saling berkaitan, membentuk lingkaran setan yang cukup sulit dihancurkan.

Bermula dari UU Ciptaker atau omnibus law yang memberikan keleluasaan dan kemudahan bagi Perusahaan untuk melakukan proses hiring-firing. Tercatat sejak Januari-Agustus 2024 terjadi kenaikan sebanyak 24% kejadian PHK secara year on year (YoY).

Salah satu penyebab dari terjadinya deflasi adalah banyaknya PHK serta kebijakan baru perusahaan yang lebih memilih merekrut karyawan magang daripada karyawan tetap, demi efisiensi beban operasional.

Kemudian, sebagai karyawan magang dan juga pengangguran akibat terkena PHK, para pekerja tadi memiliki sedikit penghasilan yang tidak seimbang dengan harga bahan pokok yang semakin naik. Sehingga, masyarakat melakukan efisiensi dalam hal pengeluaran dengan hanya membeli barang-barang pokok. Akibatnya, sektor selain kebutuhan pokok akan mengalami penurunan pendapatan yang signifikan, singkatnya, daya beli masyarakat semakin lemah.

Dengan kondisi penghasilan yang serba pas-pasan, masyarakat akan mencari opsi lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan. UMKM jawabannya. Tapi UMKM pun juga punya resiko yang sangat tinggi hari ini, ditambah maraknya tren masyarakat yang memilih cara instan untuk mendapat uang lebih. Yakni melalui judi online.

Data menunjukkan, Pada tahun 2023 tercatat terdapat transaksi judi online dengan nilai transaksi sebesar Rp 327 T, dan pada Q1 2024 telah tercatat transaksi sebesar Rp 100 T. GACOR KANG!!.

Dengan angka fantastis tersebut para pelaku judi online yang mayoritas merupakan masyarakat dari kalangan menenggah ke bawah, uang yang seharusnya mereka manfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, yang seharusnya mereka berikan ke suami, istri atau keluarganya untuk membeli kebutuhan, malah berakhir lari ke luar negri, muara situs-situs judi online dan slot. MAXWINN!!

UMKM lagi tercekik, 600T bukan jumlah yang sedikit untuk negara yang PDB-nya ditopang oleh sektor UMKM, 600T yang harusnya dibelanjakan di sektor UMKM, malah lari ke luar negeri. Banyak kita saksikan juga di media sosial tentang para pelaku UMKM yang mengeluh karena turunnya revenue mereka secara signifikan.

Sebanyak 61% atau senilai Rp 9.580T merupakan kontribusi UMKM terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) kita. Besar bukan?. Bayangkan jika judi online terus berlanjut dan berkembang, berapa banyak UMKM yang akan tumbang? Berapa banyak jumlah pengangguran yang akan tercipta? UMKM itu sangat rawan sekali dengan kondisi perekonomian yang seperti ini.

Deflasi ini berdampak pada pelambatan ekonomi. Sebagai catatan untuk bisa menjadi negara maju pada tahun 2045, Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu mencapai angka 6-7% per tahun. Faktanya, data sejarah menunjukkan bahwa Indonesia cukup kesulitan untuk mencapai angka 6 persen sejak 10 tahun kepemimpinan presiden Jokowi.

Terakhir, kita akan membahas sedikit tentang solusi. Seperti yang kita tahu bahwa cara untuk menurunkan tingkat inflasi adalah dengan meningkatkan interest rate atau suku bunga acuan.  Dengan harapan, masyarakat memasukkan uangnya di bank untuk mengurangi jumlah uang beredar. Nah, penanganan deflasi adalah sebaliknya dengan menurunkan suku bunga acuan, supaya masyarakat dapat melakukan pinjaman ke bank demi menambah jumlah uang beredar.

Suku bunga (interest rate) digunakan sebagai acuan dalam imbal hasil dari surat berharga negara (SBN) seperti obligasi dan sukuk. Permasalahannya adalah sebanyak 89% lebih hutang negara Indonesia berbentuk obligasi atau sukuk, dan 14% dari total nilai SBN tersebut dipegang oleh institusi atau pihak asing.

Nah, Bank Indonesia (BI) menjaga interest rate atau suku bunga acuan di angka 100bps di atas suku bunga acuan The Fed (Bank sentral US), Demi menjaga minat dan interest dari pihak asing untuk memulai dan menjaga investasi di Indonesia.

Jika saja suku bunga acuan lebih rendah atau sama dengan The Fed, besar kemungkinan dana asing di Indonesia akan dicabut dan dialihkan ke obligasi US yang lebih aman dan terjamin.

Hal tersebut kontradiktif dengan solusi umum yang ditawarkan untuk mengatasi deflasi, yaitu penurunan suku bunga. Sederhananya terjadi dilema yang cukup memusingkan. Suku bunga acuan tetap tinggi dengan manfaat dana asing akan tetap mengalir di Indonesia dan negatifnya deflasi akan sulit teratasi. Atau jika suku bunga acuan rendah, besar kemungkinan dana asing akan pergi dari Indonesia, yang mana hal ini akan cukup berdampak pada ekonomi Indonesia.

Pada dasarnya inflasi atau deflasi tidak ada yang lebih mending. Deflasi menyebabkan pelambatan ekonomi (resesi), sedangkan inflasi menyebabkan ketidakpastian ekonomi.

Jalan tengahnya adalah dengan mengendalikan inflasi di batas aman sesuai standar Bank Indonesia (BI) yaitu dikisaran 2-4% pertahun. Inflasi yang terkendali akan memiliki manfaat yang baik, salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, jika ingin bertumbuh, maka wajib hukumnya untuk terkena inflasi.

Kabar baiknya, pada bulan Oktober Indonesia sudah mengalami inflasi kembali, cukup tipis, hanya 0,08%. Semoga di bulan-bulan selanjutnya menjadi lebih stabil.

 


*Penulis adalah Anggota Bidang RPK IMM Komisariat Al-Faruq.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *