Fenomena politisasi agama di Indonesia bukanlah hal baru. Politisasi agama terjadi ketika ajaran atau simbol-simbol agama digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik tertentu. Hal ini sering kali mengaburkan dua hal yang punya batasannya masing-masing; agama yang suci dan politik yang kerap dianggap “kotor”. Contoh jelas dari politisasi agama di Indonesia adalah Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 silam, di mana isu agama menjadi alat untuk mempengaruhi pemilih kala itu (Dinda, 2021).
Politisasi agama per hari ini memiliki potensi untuk mengancam stabilitas sosial dan keharmonisan antarumat beragama. Terlebih dengan kemajuan teknologi digital juga menghadirkan tantangan baru, di mana platform seperti media sosial kerap digunakan untuk menyebarkan paham ekstremis, radikal, dsb (Suhardi et al., 2022).
Biasanya, praktik politisasi agama gemar memanfaatkan ajaran dan simbol agama untuk mencapai kekuasaan politik, serta sering kali memicu konflik dan polarisasi di masyarakat. Dalam situasi ini, dialog antarumat beragama dapat terhambat dan mempersempit ruang untuk moderasi beragama.
Oleh karenanya, moderasi beragama pun menjadi salah satu solusi yang tepat. Moderasi beragama menekankan pentingnya toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, serta penolakan terhadap ekstremisme (Kustana, 2024).
Selain itu, edukasi seputar moderasi beragama yang mengedepankan sikap inklusif terhadap perbedaan dapat menciptakan masyarakat yang saling menghormati. Dalam konteks sosial yang semakin kompleks, moderasi beragama membentuk identitas kolektif yang pluralistik dan inklusif (Mulyono, 2023).
Sementara itu, IMM sebagai organisasi mahasiswa yang progresif, memiliki visi kuat untuk membawa perubahan positif, baik di ranah akademik maupun sosial. Melalui pelatihan, seminar, dan diskusi ilmiah, IMM berusaha mengembangkan kapasitas intelektual mahasiswa sekaligus memupuk kepekaan mereka terhadap isu-isu kemanusiaan (Lutfillah, 2023). Selain itu, IMM tak hanya fokus pada prestasi akademik, tetapi juga mengadvokasi keadilan sosial dan mendorong partisipasi mahasiswa dalam ranah politik.
Lebih jauh, IMM juga ikut serta dalam mempromosikan moderasi beragama melalui dialog antarumat beragama, seperti yang dilakukan dalam acara Darul Arqom Madya Nasional (DAMNAS) misalnya. Acara ini bertujuan membekali kader IMM dengan pemahaman pentingnya moderasi beragama dan peran media sosial dalam mempromosikan toleransi (Suara Muhammadiyah, 2024). Dengan demikian, IMM pun dapat pula memberikan kontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan inklusif.
IMM berperan aktif dalam menyebarkan pesan moderasi beragama melalui berbagai strategi yang dirancang untuk menjawab tantangan zaman. Salah satu strategi utamanya adalah melalui program kaderisasi yang membekali mahasiswa dengan pemahaman Islam wasathiyah, yaitu Islam yang moderat dan adil. Program seperti Darul Arqom Dasar dan Madya dirancang untuk mengajarkan sikap tengah yang menolak ekstremisme (Ruswanda, 2022).
Selain kaderisasi, IMM juga terlibat dalam berbagai gerakan sosial yang mempromosikan toleransi dan keberagaman. Melalui seminar, diskusi publik, dan kampanye sosial, IMM berusaha menyebarkan pesan perdamaian dan moderasi beragama, tidak hanya di kalangan kampus, tetapi juga di masyarakat luas (Aanardianto, 2021).
Dialog antaragama juga menjadi instrumen penting dalam upaya membangun harmoni sosial. IMM secara aktif mendukung dan menyelenggarakan forum dialog lintas agama yang bertujuan untuk memperdalam pemahaman lintas keyakinan serta mengurangi prasangka antaragama (Ruswanda, 2022).
Dalam era digital, IMM turut memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan pesan-pesan moderasi beragama. Konten yang diproduksi oleh IMM disusun agar menarik perhatian generasi muda, dengan narasi yang positif dan konstruktif. Strategi ini bertujuan untuk melawan arus radikalisme yang kerap tersebar di dunia maya (Sutrisna, 2017).
IMM juga membangun kolaborasi dengan lembaga keagamaan dan institusi pendidikan untuk memperkuat praktik moderasi beragama. Melalui penelitian bersama, pertukaran informasi, dan pengembangan kurikulum, IMM terus berupaya membangun ekosistem yang mendukung keharmonisan sosial berbasis moderasi (Saputro, 2023).
IMM, melalui berbagai inisiatifnya, menunjukkan komitmen yang kuat dalam mempromosikan moderasi beragama sebagai respons terhadap politisasi agama di Indonesia. IMM berusaha mempersiapkan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Dengan pendekatan yang inklusif dan partisipatif, IMM mampu berperan sebagai agen perubahan yang penting dalam menjaga stabilitas sosial serta mempromosikan toleransi dan harmoni antarumat beragama.
*Penulis adalah Sekretaris Bidang Media dan Komunikasi IMM Komisariat Ushuluddin FIAD.