Pada bulan Ramadhan, umat Muslim di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa, sebagaimana telah diwajibkan dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183. Di bulan yang penuh berkah ini banyak menghadirkan momen istimewa bagi umat Islam, terutama di Indonesia.
Tak hanya menahan lapar dan haus saja, Ramadhan di Indonesia juga identik dengan tradisi berburu takjil menjelang buka puasa. Tradisi ini tidak hanya dinikmati oleh umat Islam yang sedang berpuasa saja, akan tetapi juga menarik antusiasme umat yang beragama non-Islam atau tren belakangan ini disebut “nonis”.
Secara etimologis, dalam Bahasa Arab, takjil berarti menyegerakan, tidak terikat dengan puasa. Namun di Indonesia, takjil kerap kali diartikan sebagai makanan atau minuman untuk berbuka puasa. Istilah ini melebur dengan adanya istilah yang menghimbau untuk menyegerakan atau segera dimakan untuk membatalkan puasa. Seiring berkembangnya zaman, makna takjil kemudian mengalami pergeseran, sehingga takjil dianggap sebagai makanan pembuka untuk membatalkan puasa saat waktunya tiba.
War takjil sendiri adalah fenomena belakangan ini yang hangat diperbincangkan di media sosial terutama dari umat nonis. Banyak konten-konten yang menunjukkan antusiasme umat nonis dalam berburu takjil, seolah tidak ingin kalah dengan umat muslim yang sedang berpuasa. Umat nonis melakukan war takjil lebih dulu agar tidak kehabisan.
Tidak hanya itu, bahkan konten-konten yang banyak bertebaran di media sosial memancing komentar lucu yang mengandung candaan, sehingga tidak ada ketegangan antar umat yang satu dengan yang lain dalam berburu takjil.
Pada kesempatan itu juga terdapat momentum pertemuan dan kebersamaan antar umat beragama untuk melakukan dialog tanpa memandang latar belakang agama. Mereka berbagi pengalaman, cerita, bahkan bertukar pendapat mengenai keyakinan yang dianutnya.
Fenomena menarik ini sangat dinikmati oleh warga Indonesia. Pasalnya, fenomena ini tidak hanya menunjukkan keunikan tradisi di Indonesia saja, namun juga menggambarkan indahnya berbagi kebersamaan dan toleransi secara nyata yang ada di negara yang terdiri dari banyak ragam ini.
Takjil Simbol Kebersamaan
Bulan suci Ramadhan nampaknya bukan hanya disambut baik oleh umat muslim saja, akan tetapi oleh seluruh umat beragama yang ada di Indonesia. Tradisi berburu takjil menjadi salah satu momen yang sangat ditunggu. Bukan hanya karena menyediakan hidangan dan jajanan semata, akan tetapi momentum ini lah yang mempertemukan antar umat beragama.
Antara penjual dan pembeli, pembeli dengan pembeli, dan bahkan masyarakat sekitar. Hal ini lah yang menciptakan kerukunan tanpa melihat dari mana asalnya. Kebersamaan ini lah yang menumbuhkan semangat persaudaraan dan persatuan antar umat beragama.
“Bersama tidak harus sama”, begitulah kira kira jika digambarkan indahnya keberagaman di indonesia. Meski saingan dalam berburu takjil, tidak ada ketegangan antar keduanya. Justru malah keakraban dan kerukunan yang dijunjung tinggi dan dipertontonkan.
Toleransi dalam Beragama
Toleransi adalah bentuk saling menghargai perbedaan. Toleransi beragama adalah sikap saling menghormati, saling menghargai keyakinan orang lain tidak memaksakan kehendak serta tidak mencela dan menghina agama lain yang tidak dianutnya. Di Indonesia sendiri terdapat enam agama yakni Islam, Hindu,Budha, Kristen, Katolik, dan Konghuchu.
Islam sangat menjunjung tinggi toleransi. Pada saat Rasulullah Saw masih hidup pun, terdapat baayak perbedaan dalam masyarakat yang tinggal di Makkah dan Madinah kala itu. Sikap dan Perilaku nabi mencontohkan pada perbuatan yang toleran kepada kaum yang tidak seakidah.
Dalam Firman Allah, Al-Quran Surat Al-Kafirun juga menerangkan mengenai toleransi dalam beragama, “Untukmu Agamamu, dan Untukku lah, agamaku”. Dan, di ayat lain juga dijelaskan bahwa, “Tidak ada paksaan dalam beragama”. Hal ini juga menunjukkan bagaimana bertoleransi dalam agama.
Banyak tujuan dari adanya toleransi. Seperti untuk menyatukan manusia agar tidak gampang terpecah belah, untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat, membangun pemahaman dan mempunyai sikap yang saling menghargai perbedaan.
Penghargaan atas perbedaan ini penting, sebagaimana ruang lingkup agama yang juga mengatur sistem nilai hubungan manusia dengan manusia lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan.
Mulai dari kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atu kelompok lain hingga kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran agama yang diyakininya, serta menyadari bahwa kita hidup di negara yang penuh dengan ragam perbedaan.
*Penulis adalah Ketua Bidang RPK PC IMM Kota Surabaya.