Rihlah Ilmiah ke Negeri Para Mullah

Agiel (kanan) bersama rekan-rekannya dan penduduk lokal setempat di Kawasan Tajrish, Teheran, Iran. (Immsby.or.id/Agiel Laksamana Putra)

 

Surabaya (25/3) – Kita sering mendengar pepatah tentang mengejar ilmu sampai ke Negeri China. Filosofi dari pepatah tersebut mengajarkan tentang pentingnya kesungguhan dan kegigihan dalam mengejar pengetahuan, bahkan jika itu memerlukan usaha yang besar maupun perjalanan yang jauh.

Pepatah tersebut juga lah yang sedang diamalkan oleh Agiel Laksamana Putra. Ia adalah aktivis Muhammadiyah yang saat ini menempuh program S2 di Iran.

Immawan yang akrab disapa Agiel tersebut memilih Timur Tengah sebagai lokasi studi karena dirasa memiliki kedekatan dengan sumber-sumber pengetahuan keagamaan. “Karena jurusanku waktu S1 kan agama. Lalu Timur Tengah menurutku lebih dekat dengan sumber. Kita ketemu sama gurunya pun, ada kemungkinan besar ketemu yang sangat nyambung,” jelasnya.

Timur Tengah adalah khazanah pengetahuan agama Islam. Oleh karenanya, akan lebih mudah bertemu dengan ulama-ulama yang ahli di bidangnya serta bersambung sanad keilmuannya. Iran sendiri adalah salah satunya.

Agiel sendiri akan memilih Jurusan Irfan, yang mirip seperti studi tasawuf. Jurusan ini ia pilih karena memiliki minat yang besar dalam bidang tasawuf dan huffadz.

Meski demikian, ia masih harus menempuh program bahasa terlebih dahulu. Ada pun bahasa resmi yang digunakan saat studi nantinya adalah bahasa Fersi. Tahapan ini harus dilewati terlebih dahulu sebelum nantinya benar-benar menjadi mahasiswa S2 di Negeri Para Mullah tersebut.

Bahasa memang menjadi salah satu dari sekian tantangan yang akan dihadapi selama proses pembelajaran. Selain bahasa, dibutuhkan juga keberanian untuk beradaptasi dengan perbedaan budaya, suasana, lingkungan, dsb.

Melanjutkan studi di luar negeri tentu tidak mudah. Namun demi ilmu, Agiel percaya bahwa upaya maksimal harus ditempuh walau jalannya terjal. “Kita harus berani meninggalkan negeri kita untuk belajar di negeri orang,” imbuhnya.

Etos untuk belajar semacam ini juga ia tekankan agar tetap dijaga oleh seluruh kader IMM di mana pun. Apa pun bentuknya, girah pengetahuan adalah bagian penting untuk menjadi sosok Akademisi Islam sebagaimana nilai ideologi IMM. Oleh karenanya, dalam konteks ini literasi menjadi penting.

“Kita tidak bisa memaksakan mereka menyukai literasi. Kita beri kebebasan pada mereka sukanya apa, dan kita sediakan fasilitas pada mereka yang suka membaca. Contohnya pada sistem digital yang mereka pasti udah aktif di dalamnya. Misalnya temen-temen suka scroll ig, kita beri wadah dengan menjadikan mereka konten kreator untuk membiasakan literasi dari jalur yang mereka sukai,” tambahnya.

Agiel juga menginginkan para kader IMM untuk meningkatkannya baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurutnya, literasi sangatlah penting, bukan hanya sekadar membaca dan menulis. Namun lebih daripada itu, belajar pengetahuan baru dan bahasa-bahasa asing juga termasuk di dalamnya.

Lebih jauh, menurutnya IMM dapat menjadi wadah untuk para kader-kader bisa melanjutkan studi ke luar negeri melalui aksi-aksi literasi. Salah satunya dengan cara memfasilitasi persiapan bahasa asing, karena literasi tidak melulu berkaitan dengan menulis saja.

Dalam hal ini, Instruktur IMM dapat berperan untuk melakukan riset dan mengonsep rumusan perkaderannya. Perkaderan yang baik harus ada target oriented yang dibiasakan oleh instruktur. Jadi, literasi juga dapat dibiasakan oleh para pimpinan agar kadernya bisa mengikuti dan termotivasi. “Hal terpenting dalam ber-IMM adalah literasi. AD-ART dan Ideologi perlu kita jadikan kebiasaan, bukan hanya syarat ber-IMM saja,” tuturnya.

Selain meningkatkan literasi, Agiel juga berpesan agar senantiasa berperan aktif dalam memberikan kontribusi di organisasi. Ia menjelaskan, “Organisasi tidak mengganggu, justru menjadi penunjang atau pendukung untuk menambah wawasan dan pengetahuan, bahkan jaringan untuk kita mau ke mana nantinya.”

Agiel sendiri cukup banyak berkecimpung di beberapa organisasi sebelum ia berangkat ke Iran. Ia sempat menjabat sebagai Ketua Bidang Organisasi IMM Komisariat Al-Qossam Periode 2019-2021 serta Ketua Korps Instruktur IMM Surabaya Periode 2022-2023.

Lulusan S1 Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya tersebut juga adalah Sekretaris Bidang Lingkungan Hidup PC IMM Kota Surabaya, Aktivis Kader Hijau Muhammadiyah, Anggota Lembaga Dakwah Komunitas PWM Jawa Timur, serta masih banyak lagi.

Akan tetapi menjelang studi S2-nya, Agiel mau tidak mau harus perlahan mengurangi porsi beraktivitas dalam organisasi yang ia ikuti di Indonesia. Sebab selain harus fokus studi di luar negeri, ia juga diamanahi untuk berkiprah di Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Iran.

“Setelah selesai studi nanti lebih pengen untuk menjadi dosen, tapi balik lagi ke takdir yang bakal membawa jadi dosen atau tidak. Tapi, entah profesi apa pun yang aku miliki nanti, ketika aku pulang aku tetap akan menyebarkan ilmu yang bermanfaat buat siapa saja,” pungkasnya.


 

*Penulis adalah Anggota Bidang RPK Koorkom UMSurabaya Periode 2023-2024 dan Anggota Divisi Kepenulisan Kreatif Cendekiawan Institute.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *