Ponorogo Charter (Bagian Kajian Isu Part II)

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Muhammad Habib Muzaki)

 

DPD IMM Jawa Timur perlu mengakomodir pandangan alternatif dan kajian isu terkini dalam merumuskan rekomendasi kebijakan. Tentunya dengan mempertimbangkan banyak hal. Mulai dari, kekuatan politik, kerjasama strategis, dsb.

Pada bagian sebelumnya, telah dibahas salah satu poin dari kajian isu perihal Spiritualisme Kritis. Tulisan kali ini akan berfokus pada dua kajian isu lainnya yang diangkat oleh PC IMM Kota Surabaya, yaitu Ekspansi Akademisi dan Filantropi Pendidikan.

 

Ekspansi Akademisi

Mengutip Toffler (1987), pada masa yang akan datang, mereka yang disebut buta huruf bukanlah mereka yang tidak memiliki kemampuan baca tulis. Melainkan mereka yang tidak mampu memperoleh ataupun mengolah informasi.

Dari prediksi tersebut, penting bagi IMM untuk mengukir hembusan nafas pergerakannya di institusi-institusi pendidikan dalam rangka ikhtiar merawat semangat pergerakan yang berpusat pada dinamika zaman. Dalam hal ini, IMM perlu banyak terlibat dalam dunia akademik, membuat berbagai macam miniatur jembatan untuk menanggulangi berbagai ketimpangan yang dapat mereduksi signifikansi gerakannya.

Seperti apa yang telah tertuang dalam tujuan IMM itu sendiri, terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Oleh karena itu, amanat untuk membuat dampak dalam skala akademik menjadi tanggung jawab besar yang harus diemban oleh gerakan IMM.

Sebagai gerakan yang mengusung prinsip rahmatan lil alaamin, IMM perlu membawa dampak signifikan terhadap lingkungan di sekitarnya. Meski demikian, visi ideal tersebut belum dapat diwujudkan mengingat terbatasnya lingkup peran IMM. Utamanya dalam cakupan akademik yang cukup terbatas.

Hal ini membuat IMM masih terjebak dalam echo chamber-nya sendiri (Wahyuni, 2020). Derup pergerakan yang sementara ini masih menggema dalam ruang-ruang Muhammadiyah serta IMM itu sendiri.

Fenomena tersebut dapat digambarkan melalui minimnya distribusi kader IMM di beberapa perguruan tinggi negeri yang ada di Jawa Timur, seperti Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, maupun Institut Teknologi Sepuluh November yang dapat disebut masih kering dengan keberadaan IMM ataupun Muhammadiyah itu sendiri.

Lebih lanjut, pendidikan tinggi turut mencerminkan sumber daya manusia yang baik seiring dengan pertumbuhan kemajuan gerakan IMM di masa yang akan datang. Dalam hal ini, investasi secara besar-besaran perlu untuk ditanamkan kepada segenap kader yang memiliki visi untuk melanjutkan studi pascasarjana hingga doktoral.

Dengan tingginya taraf pendidikan yang dimiliki oleh kader IMM Jawa Timur, hal ini akan berimplikasi pada tumbuhnya sumber daya kader yang berkualitas sekaligus mampu mewujudkan Jawa Timur sebagai kiblat IMM di bagian intelektual dengan masifnya produksi ilmu pengetahuan. Terlebih, preferensi studi lanjut yang berorientasi pada perguruan tinggi utama dunia yang telah terjamin dapat memberikan pengetahuan, pengalaman, serta jaringan yang berkualitas.

Berangkat dari hal tersebut, hipotesis yang dapat dibuat dari hasil pengkajian sementara antara lain tingginya kualifikasi yang dibutuhkan untuk masuk ke sejumlah PTN tersebut. Sehingga, patut disayangkan belum mampunya para kader-kader Muhammadiyah di level mahasiswa untuk menembus standar tinggi tersebut.

Selain itu, kekosongan andil IMM dalam memfasilitasi kadernya untuk menempuh studi lanjut merupakan bidang garapan yang potensial untuk menciptakan sumber daya kader yang unggul. Untuk itu, diperlukan adanya serangkaian upaya untuk menjembatani adanya selisih yang cukup signifikan tersebut.

Salah satu caranya adalah dengan pemberian berbagai fasilitas yang nantinya diharapkan mampu menunjang prestasi akademik ataupun non-akademik. Baik bagi mereka yang hendak melanjutkan studi di PTN ataupun mereka yang berkeinginan untuk menempuh studi lanjut.

 

Filantropi Pendidikan

Hari ini Muhammadiyah telah menjadi kiblat gerakan sosial yang khususnya berfokus pada bidang pendidikan. Terhitung, sebanyak 28.000 lembaga pendidikan telah mengisyaratkan pentingnya pendidikan sebagai pondasi perubahan (Tempo, 7/12/2023).

Sebagaimana wahyu serta perintah pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yaitu membaca. Bahwa dengan membaca, seseorang memiliki daya untuk mencukupi kebutuhannya, menjadi pribadi yang sejahtera.

Adapun pembangunan manusia melalui pendidikan yang telah diupayakan hingga hari ini belum juga menemui titik terang. Hingga tahun 2023 silam, tercatat jumlah masyarakat Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi baru di angka 10% (BPS, 2023). Data juga menyebutkan bahwa pada tahun 2022, jumlah mahasiswa yang terdapat di Jawa Timur masih berkisar di angka 7,31%.

Dengan bercermin pada kondisi tersebut menggambarkan bagaimana minimnya modal untuk mengusung suatu perubahan. Sebagaimana diungkapkan oleh Freire (2008) bahwa pendidikan melalui literasi merupakan alat untuk membuat seseorang dapat mengubah kehidupannya.

Diketahui bahwasanya penyebab minimnya jumlah lulusan sarjana merupakan hasil dari persoalan biaya yang masih menjadi hambatan utama bagi seseorang untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Dalam hal ini, IMM Jawa Timur bertanggung jawab untuk bergerak memberikan akses kepada mereka yang masih menemukan jalan terjal dalam mengakses pendidikan yang berkeadilan. Khususnya mereka yang mengalami kendala pembiayaan dalam perkuliahan.

Betapa malangnya jika kesempatan berkuliah harus direnggut dari seseorang yang memiliki kemampuan akademik dan non-akademik baik namun tidak diiringi dengan kemampuan finansial yang memadai.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengadaan beasiswa bagi kader IMM dengan syarat dan ketentuan akademik ataupun non-akademik yang diberlakukan. Selain sebagai penunjang pendidikan, pemberian beasiswa juga dapat diberikan sebagai bentuk insentifikasi terhadap seorang kader, mengapresiasi kinerja serta dampak yang telah disumbangsihkan terhadap IMM.

Di satu sisi, pemberian beasiswa juga mampu menguatkan seorang kader untuk meningkatkan progresivitas dalam memberikan dampaknya dengan mengatasnamakan IMM tanpa perlu terbebani beban finansial perkuliahan.

Di sisi yang lain, pandangan insentifikasi inilah yang juga menjadi ikhtiar untuk menolak segala bentuk upaya infantilisasi terhadap gerakan IMM berkat dampak instan yang dapat dirasakan oleh para kadernya, menjadikan upaya ini sebagai jalan kembali menuju seimbangnya aktivisme mahasiswa yang tercermin dalam nilai-nilai Trilogi dan Trikoda.

Dengan objektif tersebut, pemerintah Indonesia telah memfasilitasi setiap mahasiswa dengan persoalan finansial berupa beasiswa Kartu Indonesia Pintar. Dalam hal ini, proses pendistribusian yang belum merata atau bahkan tidak tepat sasaran kerap menjadi polemik tersendiri bagaimana perlunya intervensi IMM untuk mengelola dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan.

Berkaitan dengan hal tersebut, DPD IMM Jawa Timur perlu menjadi representasi perpanjangan tangan-tangan berkeadilan yang membantu mewujudkan kesejahteraan bagi para kader yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, pertumbuhan lulusan sarjana di daerah Jawa Timur dapat diupayakan serta pertumbuhan sumber daya manusianya yang lebih berkualitas, memberikan peluang besar bagi provinsi Jawa Timur untuk memiliki tatanan sosial ekonomi yang baik.


 

*Penulis adalah Anggota Bidang Organisasi PC IMM Kota Surabaya.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *