Di era modern ini, perilaku konsumtif masyarakat meningkat pesat, terlebih di kota-kota besar (Ridwan, et al., 2018). Variasi produk, termasuk makanan dan minuman yang dijual di sepanjang jalan umumnya menggunakan kemasan plastik sekali pakai.
Hal ini berdampak langsung pada peningkatan jumlah sampah plastik yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan memberikan beban berat pada lingkungan serta kesehatan masyarakat.
Adapun Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Penelitian oleh Jambeck, dkk tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi kedua sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia setelah China.
Data terbaru dari kompas tahun 2023 mengonfirmasi bahwa posisi ini belum berubah, hal ini menunjukkan betapa seriusnya masalah sampah di negara kita.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sepanjang tahun 2023, Indonesia menghasilkan sekitar 19,56 juta ton sampah (Kompas, 2023). Proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2025, timbulan sampah plastik akan mencapai 9,9 juta ton atau 13,98% dari total volume sampah (Databoks, 2024)
Sebagai kota besar, Surabaya tidak terlepas dari masalah ini. Pada tahun 2022, Surabaya menghasilkan sekitar 111 ribu ton sampah plastik setiap tahunnya (Detik, 2022). Masalah sampah ini tidak hanya mempengaruhi estetika kota, tetapi juga berdampak signifikan pada kesehatan masyarakat.
Kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan. Di Surabaya, tiga penyakit tertinggi yang dilaporkan adalah penyakit pada sistem pernapasan (26,40%), penyakit pada sistem pencernaan (14,82%), dan penyakit pada sistem muskuloskeletal (7,93%) (Dinkes.surabaya, 2019).
Penyebab utama dari penyakit-penyakit ini sering kali berkaitan dengan masalah kebersihan lingkungan, yang salah satu sumbernya adalah sampah (Rosyidah, 2016).
Menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), kontributor terbesar sampah di Indonesia berasal dari sampah rumah tangga dengan angka 46,7% (SIPSN, 2024). Sampah rumah tangga terbesar adalah sisa makanan dengan persentase 41,5%, diikuti sampah plastik 18,6%, kayu/ranting/daun 11,5%, dan kertas/karton 10,5%.
United Nations Environment Programme (UNEP) dalam laporannya memprediksi bahwa produksi sampah rumah tangga akan melonjak drastis pada tahun mendatang (Kompas, 2024).
Pengelolaan sampah rumah tangga sangat penting untuk mengurangi lonjakan volume sampah. Jika sampah rumah tangga tidak dikelola dengan baik, dapat memicu berkembangnya bakteri di lingkungan rumah (Dahruji, et al., 2017). Hal ini berpotensi sebagai sumber penyakit yang akan mempengaruhi kesehatan keluarga.
Dalam hal ini, ibu sebagai pengatur utama dalam rumah tangga khususnya dalam hal domestik, memiliki peran penting dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
Oleh karena itu, dibutuhkan aksi-aksi konkret oleh para ibu untuk mengurangi sampah rumah tangga yang akan berdampak pada kesehatan anggota keluarga khususnya dan kesehatan masyarakat pada umumnya. Lantas, bagaimana peran yang dapat ibu lakukan untuk mengatasi hal ini?
Program P5K Sebagai Upaya Pengurangan Sampah Rumah Tangga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak (Tenri & Octamaya, 2021). Seluruh anggota keluarga memiliki tanggung jawab untuk menerapkan pola hidup sehat. Oleh karena itu, keluarga memainkan peran penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan di lingkungan keluarga.
Dalam hal ini, ibu memiliki peran aktif untuk memberikan edukasi kepada anggota keluarga untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Ibu bertindak sebagai manajer rumah tangga yang mengatur urusan domestik, termasuk pengelolaan sampah.
Peran ibu cukup krusial dalam mengurangi dan mengelola sampah rumah tangga (Munthe & Sinaga, 2022). Ibu membuat keputusan penting mengenai bagaimana sampah dikelola di tingkat rumah tangga.
Dalam upaya pengurangan sampah rumah tangga, ibu dapat memperhatikan bagaimana cara pengelolaan sampah secara efisien. Melalui pemahaman yang baik mengenai pengelolaan sampah, ibu dapat mengambil langkah-langkah efektif dalam mengurangi sampah rumah tangga yang dihasilkan setiap hari.
Di sini penulis memberikan sebuah solusi berupa program yang berfokus pada pengurangan dan pengelolaan sampah rumah tangga yang melibatkan individu serta kolektif. Program ini penulis sebut sebagai P5K. Apa itu P5K?
Pemilihan Produk Ramah Lingkungan
Ibu dapat memilih produk rumah tangga yang ramah lingkungan. Produk ramah lingkungan dibuat dari bahan yang dapat didaur ulang dan tidak menghasilkan limbah berlebihan (Ramadhan & Pangestuti, 2018).
Produk ini juga lebih hemat energi, tahan lama, dan meningkatkan kualitas sumber daya alam karena menggunakan lebih sedikit zat kimia, mengurangi polusi, dan menghasilkan lebih sedikit limbah (Fernandes, et al., 2019).
Produk ramah lingkungan biasanya ditandai dengan simbol panah segitiga atau tulisan eco friendly, sehingga dapat memudahkan untuk mengenali karakteristik produk tersebut.
Ibu juga dapat membawa tas belanja sendiri saat berbelanja, menggunakan wadah makanan yang bisa digunakan kembali, dan memilih produk yang dikemas dalam bahan yang mudah terurai sehingga dapat meminimalisir volume sampah dari rumah tangga.
Pemisahan Sampah
Pemisahan sampah rumah tangga menjadi sampah organik dan anorganik adalah langkah penting dalam pengelolaan sampah (Ginting, 2006).
Aksi seperti ini cukup efektif untuk membantu mengurangi volume sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan meningkatkan efisiensi proses daur ulang (Putranto, 2023).
Sampah dapat dipisahkan menjadi dua jenis; organik dan anorganik. Sampah organik, seperti sisa makanan dan limbah dapur dapat diolah menjadi kompos yang bermanfaat untuk tanaman (Ashilah, et al., 2020).
Sementara itu, sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan logam dapat didaur ulang menjadi kerajinan tangan yang berdaya guna dan bernilai jual sehingga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat (Ristya, 2020).
Pengomposan
Pengomposan adalah proses alami yang mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos yang kaya nutrisi untuk tanaman (Aristoteles, et al., 2021). Ibu dapat memulai pengomposan di rumah dengan menggunakan wadah kompos sederhana.
Sisa makanan, daun kering, dan limbah dapur lainnya dapat ditempatkan dalam wadah kompos dan dibiarkan terurai secara alami (Aisyah, 2016).
Jika tidak memiliki wadah khusus kompos, ibu dapat langsung meletakkan sampah organik di tanah sekitar tanaman hingga sampah tersebut terurai. Namun sayangnya, terkadang gundukan sampah organik tersebut dapat mengeluarkan bau yang tak sedap dan bisa mengganggu kenyamanan.
Maka yang dapat dilakukan adalah dengan meletakkannya di jarak yang cukup jauh atau menutupinya dengan tanah sehingga baunya dapat tertahan. Proses pengomposan ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah yang dibuang, tetapi juga menghasilkan pupuk organik yang bermanfaat untuk tanaman di rumah (Dahliana, 2015).
Pelatihan Manajemen Pengelolaan Sampah
Tak kalah pentingnya sebelum melakukan upaya-upaya praktis pengurangan sampah, dibutuhkan pula pelatihan manajemen pengelolaan sampah untuk para ibu. Pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga ini bisa memberikan kesempatan bagi ibu rumah tangga untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru yang sangat berguna (Santi, 2022).
Biasanya, pelatihan ini diadakan dalam bentuk workshop, seminar, atau program komunitas oleh lembaga pemerintah atau organisasi non-pemerintah.
Melalui pelatihan ini, ibu-ibu dapat mempelajari cara untuk mengurangi sampah, metode daur ulang yang efektif, dan cara membuat kompos yang berguna di rumah. Pelatihan ini tidak hanya membantu dalam mengelola sampah dengan lebih efisien, tetapi juga mendukung upaya menjaga kebersihan lingkungan sehari-hari (Munthe & Sinaga, 2022).
Penyadaran Anggota Keluarga
Ibu juga memiliki peran penting dalam mendidik dan meningkatkan kesadaran anggota keluarga (Rizkia, 2020). Ibu bisa mengajarkan anak-anak sejak dini untuk membuang sampah pada tempatnya, memisahkan sampah, dan mengurangi penggunaan plastik.
Kesadaran ini akan membentuk kebiasaan yang baik dalam keluarga dan berlanjut ke generasi berikutnya. Contoh dalam keseharian, ibu dapat mendidik anggota keluarga dengan memberikan teladan dan pengertian tentang pengelolaan sampah.
Seperti, menyediakan tempat sampah khusus organik dan anorganik, menggunakan alat makan yang dapat digunakan berulang, menonton tayangan yang mengedukasi. Dengan demikian, tujuan pengurangan sampah rumah tangga dapat tercapai maksimal karena diperankan oleh seluruh anggota keluarga.
Kolaborasi dengan Komunitas
Selain berperan di tingkat rumah tangga, ibu juga bisa berkolaborasi dengan komunitas setempat untuk mengelola sampah secara kolektif.
Misalnya, ibu dapat bergabung dengan kelompok-kelompok lingkungan atau komunitas yang berfokus pada pengelolaan sampah. Melalui kerjasama ini, ibu bisa berbagi pengetahuan, sumber daya, dan pengalaman dengan orang lain.
Berkolaborasi antar komunitas dapat menunjang percepatan keberhasilan pengelolaan sampah sehingga menjadi lebih efisien dan berkelanjutan (Hayamadi & Sembodo, 2024).
Ibu dan anggota komunitas bisa bersinergi untuk membentuk sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi, menyelenggarakan pelatihan, dan menjalankan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran lingkungan. Melalui kolaborasi, pengelolaan sampah dapat menjangkau area yang lebih luas, serta memberikan keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan (Pambudi & Adab, 2023).
Pentingnya Peran Seorang Ibu
Peran ibu dalam menjaga kesehatan keluarga melalui pengurangan sampah rumah tangga di Surabaya sangatlah penting. Langkah-langkah konkret melalui penerapan program P5K seperti pemilihan produk ramah lingkungan, pemisahan sampah, dan pengomposan harus menjadi bagian dari rutinitas harian ibu rumah tangga.
Selain itu pelatihan manajemen sampah, penyadaran anggota keluarga, dan kolaborasi dengan komunitas dapat dilakukan juga agar dapat berkontribusi lebih besar dalam menciptakan lingkungan Surabaya yang bersih dan sehat.
Dampak positif dari upaya penerapan program ini tidak hanya dirasakan oleh keluarga mereka sendiri, tetapi juga oleh masyarakat luas. Diharapkan program P5K dapat direalisasikan.
Oleh karena itu, dukungan dan partisipasi aktif dari ibu-ibu sangat diperlukan untuk menunjang kesehatan keluarga demi terwujudnya Surabaya yang lebih bersih dan sehat dengan berkurangnya sampah rumah tangga.
*Penulis adalah Ketua Bidang RPK IMM Komisariat Al-Farabi.