Dalam QS Ali Imran ayat 110 Allah Swt telah memberi predikat kepada umat Islam sebagai khairu ummah yang artinya adalah sebaik-baik umat. Secara doctrinal kita telah terbiasa memahami bahwa umat Islam ini adalah umat paling baik di antara umat-umat yang lainnya. Kenyataannya umat Islam, alih-alih sebagai pusat peradaban dunia, justru menjadi masyakarat pinggiran di tengah peradaban dunia. Peradaban Islam tertinggal di banyak sekali bidang kehidupan. Sejauh ini peradaban Islam masih berkutat pemerintahan yang korup dan jauh dari kata Good Government, isu kemiskinan yang tidak teratasi, etos keilmuan yang rendah, dan semakin menjamurnya tafsir-tafsir ekstrim atas ajaran Islam.
Dalam melihat realitas yang ironis tersebut umat Islam dihadapkan pada beberapa pilihan, pertama, memilih untuk mengabaikannya. Kedua, memilih untuk menyalahkan Barat yang telah menyebabkan Islam terpuruk. Atau ketiga berusaha melakukan kritik ke dalam untuk mencari sumber masalah yang dihadapi umat Islam. Kalau kalian akan memilih sikap yang mana? Dulu saya pernah memilih sikap yang kedua, menyalahkan Barat yang menjajah umat Islam, meracuni pemikiran umat Islam, dan menzalimi umat Islam. Semua salah Amerika Serikat, salah Inggris, dan salah Israel.
Setelah saya membaca pemikiran Omid Safi, direktur dari Duke Islamic Studies Center, tentang konsep Multiple Critique saya sedikit banyak menginsyafi, jangan-jangan masalahnya ada di dalam diri kita. Masalahnya justru dari dalam diri umat Islam sendiri, tanpa menafikan kontribusi Barat dalam kemunduran umat Islam.
Apa Itu Multiple Critique?
Definisi Multiple Critique menurut Omid Safi adalah suatu pendekatan yang mendorong umat Islam untuk menilai dan mengkritisi berbagai aspek dari keyakinan dan praktik keagamannya sendiri, sembari mempertimbangkan kritik dan masukan dari komunitas di luar Islam. Multiple Critique melibatkan berbagai aktivitas sebagai berikut:
Pertama, Kritik Internal. Umat Islam diundang untuk secara kritis meninjau dan mengevaluasi ajaran, praktik, dan tradisi mereka sendiri. Kritik ini membantu umat Islam untuk memperbaiki dan memperkuat keimanan dan peraktik keagamaannya. Kedua, Kritik Eksternal. Safi mengajak umat Islam untuk terbuka terhadap kritik dari luar komunitas muslim. Ini membantu dalam memahami pandangan lain dan membangun dialog yang lebih baik dengan komunitas di luar Islam. Ketiga, Kritik Sosial dan Etis. Umat Islam didorong untuk melihat bagaimana ajaran mereka berhubungan dengan isu-isu sosial dan etis, seperti keadilan, hak asasi manusia, dan kesetaraan.
Kritik Safi atas Umat Islam
Melalui pendekatan Multiple Critique ada beberapa kritik Safi atas umat Islam saat ini. Kritik itu berfokus pada aspek internal umat Islam. Beberapa kritik utamanya meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Kurangnya Refleksi Kritis. Umat Islam bagi Safi tidak cukup kritis terhadap ajaran dan praktik keagamaan mereka sendiri. Dia berusaha menekankan pentingnya merenungkan kembali dan mempertanyakan interpretasi dan aplikasi ajaran Islam untuk memastikan kesesuaiannya dalam konteks modern.
Kedua, Kejumudan dalam Pemikiran. Safi menyoroti masalah kejumudan atau kemandekan dalam pemikiran Islam. Menurutnya umat Islam terlalu terikat pada interpretasi tradisional yang tidak selalu sesuai dengan tantangan zaman modern.
Ketiga, Ketidakadilan Sosial dan Hak Asasi Manusia. Selain kemunduran pemikiran, umat Islam juga nampaknya gagal menangani isu-isu keadilan sosial dan hak asasi manusia secara memadai. Dia mendorong umat Islam untuk lebih aktif dalam memperjuangkan keadilan, mengatasi kemiskinan, dan membela hak-hak individu, termasuk hak-hak perempuan dan kelompok minoritas.
Keempat, Ekslusivisme dan Kurangnya Dialog Antaragama. Umat Islam kurang terbuka terhadap agama dan budaya lain di antara sebagaian umat Islam. Safi mendorong dialog antaragama yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman untuk mengurangi ketegangan dan konflik.
Kelima, Ekstrimisme dan Kekerasan. Nampak masih ada kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab dalam tubuh umat Islam sendiri yang membenarkan aksi-aksi kekerasan dan ekstrimisme. Bagi Safi ajaran Islam harusnya didasari atas semangat perdamaian, kasih sayang, dan keadilan, dan bahwa umat Islam harus menolak interpretasi yang mendukung praktik-praktik kekerasan.
Keenam, Kedangkalan Spiritual. Safi juga mengkritik kecenderungan Sebagian umat Islam untuk fokus pada aspek-aspek ritual dan hukum agama tanpa memperhatikan kedalaman spiritual dan etis dari ajaran Islam. Dia mengajak umat Islam untuk mengembangkan hubungan yang lebih mendalam dengan Allah Swt.
Kritik-kritik yang dikemukakan oleh Omid Safi ini bertujuan untuk mendorong umat Islam agar lebih reflektif, adaptif, dan proaktif dalam menghadapi tantangan zaman. Kritik-kritik Safi juga bertujuan untuk memperkuat komitmen mereka terhadap nilai-nilai keadilan, perdamaian, dan spritualitas yang mendalam.
*Penulis adalah Ketua Bidang TKK PC IMM Kota Surabaya.