Muhammad Iqbal: Konsep dan Paradigma Pendidikan

Ilustrasi diedit menggunakan Pixellab (Immsby.or.id/ Rafif Burhanuddin Muhammad)

 

Dunia pendidikan di Indonesia masih cenderung dianggap sebagai sesuatu yang kurang menarik. Bahkan jauh dari kata kebermanfaatan karena masih menekankan pada basis menghafal tanpa menekankan pada basis rasionalitas dan kemanusiaan. Padahal, pendidikan merupakan suatu hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan. Setiap individu yang lahir tentunya akan selalu lekat dengan istilah pendidikan.

Dalam konteks ini, seorang tokoh Islam yang berasal dari India, Sir Muhammad Iqbal memiliki suatu buah pikiran yang mendobrak makna pendidikan dalam dunia Islam. Ia memiliki perspektif yang luas dalam menganggap pendidikan sebagai seluruh kekuatan budaya yang berdampak pada kehidupan individu maupun kelompok masyarakat, yang seharusnya menjamin keberlangsungan budaya dan kehidupan bersama, serta memperkuat pembinaan secara cerdas dan kreatif.

 

Biografi dan Inti Pemikiran

Muhammad Iqbal, seorang pemikir islam yang lahir pada 9 November 1877 atau 3 Dzul’qaidah tahun 1294 H di Sialkot, Pakistan. Ia merupakan seorang tokoh pemikir sekaligus akademisi yang cukup hebat dengan berbagai karyanya yang mendunia.

Karya-karya beliau seperti The Development of Metaphysics in Persia (1908) dan The Reconstruction of Religious Thought in Islam (1930), dan juga menulis syair berbahasa Persia, seperti Rumuz-I-Bekhudi(1918), Payam-I-Masyriq (1923), Zabur-I-Ajam (1927), Javid Nemah (1932), Pas ceh Baid Kard aye Aqwam-I-Syarq (1936), Lala-I-Thur (1937), dan Asrar-I-Khudi (1945) (Widyastini, 2017).

Secara garis besar, pokok pemikiran Iqbal terdiri dari epistemologi (pendidikan), metafisika (ketuhanan), politik, dan manusia (Hidayatullah, 2014). Dalam pemikiran metafisika, Iqbal menggemakan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan (Suriadi, 2016) serta dunia menurutnya bukanlah sesuatu yang hanya dipahami melalui sebuah konsep, akan tetapi dunia harus dikreasikan dan dibuat kembali (Widyastini, 2017).

Setiap realitas berubah dari satu wujud ke wujud lain yang baru, yang dimana setiap realitas bersifat organis yang berpusat kepada Allah.

 

Pandangan Muhammad Iqbal Mengenai Pendidikan

Iqbal menggunakan sintesis sebagai motedologi paradigma berfikir, sehingga dia telah berhasil mengelaborasi pemikiran Barat dan Timur menjadi sebuah pemikiran baru yang khas sehingga pemikirannya menjadi sebuah rekonstruksi baru dalam pemikiran Islam.

Dalam hal pendidikan Iqbal mengungkapkan bahwa pendidikan harus menekankan pada masalah keserasian jasmani dan rohani, individu dan masyarakat, intelek dan intuisi, pendidikan watak dan kreativitas, yang semua itu merupakan perwujudan dari potensi manusia yang multidimensional, namun merupakan satu kebulatan yang dinamis (Hidayatullah, 2014).

Dalam memahami konsep pendidikan, Iqbal menekankan bahwa pendidikan harus berdasar pada manusia sebagai makhluk yang sempurna yang sselaras dengan azas dan tujuan dari pendidikan. Pikiran filosofis Iqbal dalam bidang pendidikan terarah pada kehidupan individu yang kreatif, progresif, dan dinamis (Nuryamin, 2020).

Iqbal membagi pendidikan menjadi dua macam, yaitu pendidikan watak dan pendidikan kreativitas (Widyastini, 2017). Dalam pendidikan watak, tidak terlepas dari kualitas watak manusia ideal. Manusia ideal, menurut Iqbal adalah manusia yang hidup dengan baik serta memiliki semangat usaha dan perjuangan.

Untuk meningkatkan pendidikan watak dibutuhkan sifat keberanian, toleransi, dan keprihatinan. Sedangkan pendidikan kreativitas merupakan konsep pendidikan yang berbasis religiusitas penuh semangat, optimis, dan dinamis untuk menggapai tujuan hidup manusia.

 

Kritik-Kritik Konsep Pendidikan

Dalam memahami dinamika yang sedang berjalan di dunia pendidikan perlu dipahami dan dipelajari secara menyeluruh. Permasalahan Pendidikan di Indonesia kerapkali berkaitan dengan masalah etika dan kreativitas serta pemahaman berpikir. Siswa didik di Indonesia tidak diajarkan bagaimana berperilaku dan bertingkah dengan baik, bahkan acapkali mereka berperilaku semborono dan menjauh dari nilai-nilai etika.

Menurut Iqbal, seorang siswa haruslah diberikan suatu pendidikan watak agar memiliki konsep kepribadian yang baik dan sesuai dengan ajaran tauhid. Dalam hal ini, pemikiran Iqbal selaras dengan tujuan pembelajaran karakter di Indonesia.

Sebab Iqbal juga berpikiran agar siswa juga diberikan pendidikan kreativitas dalam rangka mengolah pemahaman dalam berpikir dan membuat siswa menjadi lebih berpikir kritis. Akan tetapi, sistem pendidikan yang dimaksud Iqbal tidak hanya terbatas pada pendidikan watak dan kreatifitas saja, namun pendidikan dalam ruang lingkup kehidupan yang bersifat kemanusiaan sehingga lebih menekankan pada bentuk penghormatan terhadap orang lain.

Secara garis besar, konsep pendidikan yang diajukan oleh Iqbal berfokus pada pendidikan karakter dan kreativitas pikiran sehingga setiap siswa dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki namun tetap berjiwa luhur dengan karakter kemanusiaan yang dapat menghargai dan menghormati hak-hak orang lain. Sehinga jika diterapkan pada pendidikan di Indonesia, seorang pendidik semestinya menanamkan pemahaman nilai-nilai karakter yang luhur dan mengajarkan pola pemahaman berpikir kritis.


 

*Penulis adalah Kader IMM Komisariat Educare.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *