Mahasiswa Kelas Menengah Bertaruh Nasib pada Menara Harapan

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Muhammad Habib Muzaki)

 

Mungkin sudah tak asing dalam bayangan kita tentang kehidupan mahasiswa di film-film. Di balik pandangannya indahnya dunia kampus, realitanya tersembunyi kisah getir yang dihadapi oleh sebagian mahasiswa.

Tak terkecuali mahasiswa kelas menengah, mereka yang secara ekonomi tidak tergolong miskin namun juga tidak bisa dikatakan mampu secara finansial. Kisah mereka yang tidak mampu mendapatkan bantuan sosial berupa beasiswa untuk keluarga miskin dan juga kesulitan menanggung UKT yang mahal.

Mungkin tak heran jika beberapa terjerat dalam perasaan dilema dan cemburu kepada para penerima beasiswa. Namun, ketidakadilan yang mereka alami bukan karena tidak mampu menerima beasiswa.

Ketidakadilan ini berakar dari biaya pendidikan tinggi di kampus kampus negeri yang melambung tinggi. Kampus yang dulu menjadi menara harapan bagi kaum menengah bawah untuk meraih masa depan yang lebih cerah dan mengangkat derajat kemiskinan, kini semakin terasa seperti tempat eksklusif bagi mereka yang mampu secara finansial dan jabatan.

Mahasiswa kelas menengah yang terbebani dengan biaya UKT, buku, dan kebutuhan hidup lainnya, menyaksikan dengan getir kemudahan yang dirasakan oleh mereka yang mampu secara finansial dan mereka yang mendapatkan beasiswa.

Pendidikan tinggi yang menjadi jembatan bagi mereka yang kurang mampu untuk menggapai pendidikan, kini terasa seperti tamparan pahit bagi kelas menengah yang berjuang sendiri. Hal ini semakin didukung dengan biaya pendidikan tinggi yang terus meningkat bagaikan jurang pemisah yang semakin lebar antara kelas menengah ke bawah dengan kelas atas.

Bagi mahasiswa kelas menengah, setiap semester bagaikan perjuangan berat untuk memenuhi tagihan demi tagihan. Rasa cemas dan khawatir akan biaya mungkin menghantui mereka, menggerogoti semangat belajar, dan mungkin juga mewarnai hari-hari mereka. Di sisi lain, mereka harus menghadapi kabar tentang penerima beasiswa yang tidak tepat sasaran.

Beasiswa tidak tepat sasaran ini juga memperparah ketimpangan akses pendidikan. Tak jarang, beasiswa jatuh ke tangan mereka yang berasal dari keluarga mampu, namun memiliki koneksi atau pengaruh tertentu. Hal ini semakin memperdalam jurang ketidakadilan dan memperkuat perasaan iri di antara para mahasiswa.

Bagi mahasiswa kelas menengah, situasi ini terasa bagaikan ketidakadilan yang menyakitkan. Mereka merasa bahwa kesempatan mereka untuk meraih pendidikan yang berkualitas dan masa depan yang lebih baik semakin terhalang oleh keterbatasan finansial.

Dampak dari situasi ini tidak hanya mengganggu mental para mahasiswa kelas menengah, tetapi juga berpotensi menghambat mobilitas sosial. Jika akses pendidikan tinggi hanya dinikmati oleh mereka yang mampu secara finansial, maka kesempatan bagi kaum menengah bawah untuk memperbaiki taraf hidup mereka pun semakin sempit.

Kampus, yang dulu menjadi simbol harapan dan mobilitas sosial, kini semakin terasa seperti menara harapan yang hanya dapat diakses oleh segelintir orang. Mimpi kaum menengah bawah untuk meraih pendidikan tinggi dan mengubah nasib mereka pun terancam pupus.

Membangun kembali keadilan dan kesetaraan dalam dunia pendidikan adalah sebuah keniscayaan. Kita tidak boleh membiarkan biaya pendidikan yang tinggi menjadi penghalang bagi generasi selanjutnya untuk meraih mimpi mereka.

Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mengatasi kesenjangan ini. Perlu ada upaya nyata untuk menekan biaya pendidikan tinggi dan memastikan sistem seleksi beasiswa yang adil dan transparan. Beasiswa harus benar-benar menjadi alat untuk membantu mereka yang membutuhkan, bukan menjadi karpet merah bagi segelintir orang.

Kampus pun harus kembali ke fitrahnya sebagai tempat bagi semua orang, tanpa pandang bulu. Kampus harus menjadi ruang bagi pengembangan intelektual dan karakter, bukan hanya cerminan status sosial ekonomi.

Membangun kembali kampus yang inklusif dan merata adalah sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan dedikasi dan kerjasama dari semua pihak. Dengan sinergi dan kolaborasi yang kuat, kita dapat membuka jalan bagi generasi selanjutnya untuk meraih mimpi mereka, tanpa terhalang oleh latar belakang ekonomi.

Kampus yang inklusif dan merata bukan hanya mimpi, tapi sebuah keniscayaan untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan sejahtera. Sebuah langkah penting untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan dalam dunia pendidikan bangsa ini. Sekarang sudah bukan saatnya kita berharap, sekarang sudah saatnya kita menciptakan.

Mari bersama-sama kita perjuangkan pendidikan yang adil dan merata. Agar kampus kembali menjadi menara harapan bagi semua kalangan, tanpa terkecuali. Kita harus membuka jalan bagi generasi selanjutnya untuk meraih mimpi mereka tanpa terhalang oleh keterbatasan finansial.

Masa depan bangsa ini ada di tangan mereka dan pendidikan adalah kunci untuk membuka gerbang menuju masa depan yang lebih cerah.


 

*Penulis adalah Anggota Bidang HPKP PC IMM Kota Surabaya.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *