Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Zeniza Mar Azizana)
Dalam berbagai diskusi obrolan perkopian sering muncul argumen tentang meredupnya gerakan mahasiswa di tengah ramainya program kampus merdeka. Bagiku hal ini merupakan pemikiran naif, karena menurutku mahasiswa yang seharusnya menjadi agen perubahan sedang terjebak dalam pusaran komersialisasi pendidikan tinggi. Biaya pendidikan yang melambung tinggi bagaikan gerhana yang menutupi idealisme dan menggerus semangat kritis mereka. Para aktivis gerakan terpaksa harus fokus mencari uang dan pemasukan tambahan demi meringankan beban pendidikan mereka.
Kini mereka tak lagi bebas berkarya dan berinovasi. Beban finansial memaksa mereka menyibukkan diri mencari uang tambahan demi meringankan beban orang tua. Tak jarang pula, waktu yang seharusnya mereka gunakan belajar tergerus oleh pekerjaan sampingan. Jika waktu untuk belajar saja tergerus apalagi waktu untuk berorganisasi. Hal ini lah yang menurutku menghambat proses kaderisasi dan regenerasi organisasi mahasiswa.
Dengan kondisi seperti itu seharusnya komersialisasi pendidikan tinggi menjelma menjadi musuh terbesar gerakan mahasiswa. Dulu kampus menjadi ruang bebas untuk bertukar ide dan gagasan, kini telah menjelma menjadi arena bisnis yang hanya mementingkan profit atau keuntungan semata. Biaya Uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal dan tidak berpihak, pungutan liar, dan program-program kampus yang berbayar telah menggerus hak mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.
Tak berhenti sampai disitu saja dampaknya, mahasiswa yang terbebani biaya pendidikan akan kesulitan memiliki ruang dan waktu untuk peduli terhadap isu-isu sosial dan politik. Pola pikir mereka akan cenderung memikirkan diri mereka dan fokus pada masa depan mereka sendiri daripada memperjuangkan hak-hak rakyat dan keadilan sosial.
Ironisnya, hal tersebut diperparah dengan terbukanya celah bagi pihak swasta menjalin kerjasama dengan kampus-kampus atas kedok investasi. Hal ini tak jarang menjerumuskan pihak kampus pada komersialisasi pendidikan yang lebih parah. Karena kampus akan menjadi perusahaan yang mengejar profit dan keuntungan dibandingkan menjadi lembaga pendidikan yang menyediakan keadilan.
Komersialisasi pendidikan tinggi ini adalah bom waktu yang siap meledak kapan saja dan pihak pihak terkait terutama pemerintah harus segera menyadari hal itu. Jika terus dibiarkan, bukan hanya gerakan mahasiswa yang akan semakin lemah dan tak berdaya. Mobilitas sosial dan keadilan sosial di negeri ini pun akan melemah karena yang mampu mengakses pendidikan hanya akan dimiliki bagi mereka yang punya kemampuan finansial tinggi dan relasi yang baik saja. Mereka yang belum memiliki keuntungan itu akan semakin terpuruk dalam derita dan masa depan bangsa ini pun akan semakin terancam.
Komersialisasi pendidikan tinggi tak hanya menggerus idealisme dan semangat kritis mahasiswa, tapi juga melahirkan generasi muda yang apatis dan individualis. Mereka terbiasa hidup dalam sistem yang serba berbayar, dan tak terbiasa untuk berjuang dan berkorban demi kepentingan bersama. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, bagaimana mungkin bangsa ini bisa maju jika generasi mudanya tak memiliki rasa kepedulian terhadap nasib bangsa dan rakyat?
Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus bertanggung jawab atas kondisi ini. Kebijakan-kebijakan yang mereka buat, seperti UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, telah membuka celah bagi komersialisasi pendidikan tinggi yang semakin parah.
Universitas-universitas pun tak luput dari kritik, mereka terlalu fokus pada profit dan citra daripada kualitas pendidikan dan kesejahteraan mahasiswanya. Tak jarang, mereka menjalin kerjasama dengan pihak swasta yang hanya mementingkan keuntungan semata, tanpa peduli dampaknya terhadap mahasiswa dan masyarakat.
Sudah saatnya bagi kita para mahasiswa melawan komersialisasi pendidikan tinggi yang semakin merajalela ini. Lawan gerakan mahasiswa bukanlah program kampus merdeka, lawan gerakan mahasiswa adalah komersialisasi kampus-kampus yang menjadi menara harapan bagi segenap rakyat indonesia. Mari kita luruskan kembali pikiran kita dan memperjuangkan pendidikan yang adil bagi semua. Bahwa komersialisasi pendidikan adalah musuh terbesar mahasiswa!!
Mahasiswa harus bangkit dan kembali ke fitrahnya sebagai agen perubahan, sebagai agen pembebasan, sebagai eksponen pelopor masa depan. Kita harus berani menyuarakan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat dan memperjuangkan segala bentuk keadilan dan memperjuangkan hak-hak rakyat indonesia. Kampus harus kembali menjadi ruang yang bebas untuk belajar, berorganisasi, dan berkarya. Kampus bukanlah sebuah arena bisnis yang hanya mementingkan profit saja. Kampus adalah menara harapan tempat segala harapan rakyat untuk memperbaiki masa depan mereka.
Kita tak bisa lagi diam, kita harus melawan komersialisasi pendidikan tinggi dengan segala cara. Kita harus menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang tidak pro-rakyat, dan menuntut reformasi pendidikan yang lebih adil dan demokratis. Kita harus berani turun ke jalan dan memperjuangkan hak-hak kita. Kita harus tunjukkan kepada dunia bahwa mahasiswa Indonesia masih memiliki idealisme dan semangat kritis untuk membangun bangsa ini.
Mari kita bersatu padu, tolak komersialisasi pendidikan dan perjuangkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua! Masa depan bangsa ini ada di tangan kita. Mari kita selamatkan gerakan mahasiswa dan wujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang sesungguhnya!
*Penulis adalah Anggota Bidang HPKP PC IMM Kota Surabaya.