Larangan Memakai Baju Bertulisan dan Merk Sarung?

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Muhammad Habib Muzaki)

 

Selepas dari pengertian salat, ternyata dalam praktiknya terdapat dinamika yang cukup menarik dan bahkan semua orang mengetahuinya. Misalnya seperti larangan memakai baju bertulisan saat salat. Sebagian besar orang Islam, khususnya di Indonesia pasti setuju dengan pernyataan di atas, bahwa orang yang salat tidak boleh memakai baju yang ada tulisannya, karena akan mengganggu kekhusyukan orang lain.

Menariknya, ternyata pada zaman Nabi Muhammad saw., fenomena yang hampir mirip seperti di atas telah terjadi. Bahkan, Nabi sendiri yang mengalaminya. Di dalam hadits, diceritakan bahwa saat salat, kekhusyukan Nabi terganggu akibat gorden Aisyah yang bercorak, hingga Nabi memerintahkan Aisyah untuk menyingkirkannya.

Di dinding rumahnya, Aisyah memasang gorden yang bercorak. Nabi Muhammad saw. kemudian berkata kepada Aisyah, “Singkirkan gorden itu dari kita, karena lukisannya selalu membayangiku dalam salatku.” (HR. Bukhari no. 374).

Kunci dulu penyataan di atas, sekarang coba kita pikirkan. Bagaimana dengan merk sarung? yang sama-sama mengandung unsur corak, unsur tulisan, juga dipakai saat salat? Terlebih lagi pandangan saat salat mengarah ke tempat sujud, yang mana jika kita sebagai jamaah salat shaf kedua, jarak antara tempat sujud dan letak merk sarung jamaah shaf pertama sangatlah dekat.

Tidak menutup kemungkinan kita bisa melihat, memperhatikan, bahkan membaca merk sarung tersebut. Dan, itu bisa jadi lebih mengganggu kekhusyukan salat kita ketimbang baju yang ada tulisannya.

Pernyataan pertama dan kedua, soal larangan salat memakai baju bertulisan dan merk sarung, semuanya adalah tentang unsur gangguan kekhusyukan ibadah salat kita. Sekedar informasi, bahwa dalam ibadah salat, juga ada keharusan untuk melaksanakannya secara khusyuk.

Menurut Syekh Wahbah bin Musthafa (salah seorang ulama kontemporer) yang dikutip oleh Hidayat (2021), saat menafsirkan Q.S. Al-Mu’Minun ayat 2, bahwa khusyuk adalah kepasrahan, kerendahan, dan rasa takut kepada Allah. Tempatnya di hati. Karena itu, jika seseorang khusyuk di hatinya, seluruh tubuhnya juga akan khusyuk, karena hatilah yang mengendalikan seluruh tubuh.

Ada kisah menarik yang dapat menginspirasi kita mengenai kekhusyukan salat, yakni kisah Layla dan Majnun (Iqbal, 2023). Cerita dimulai dengan Majnun mengejar anjing Layla. Karena saking cintanya kepada Layla, dia terlalu sibuk untuk mengejar anjing milik Layla itu.

Ia melewati sekumpulan orang yang sedang beribadah secara tidak sadar. Kemudian orang-orang setelah beribadah itu, menegurnya, “Hai Majnun, kenapa kamu melewati kami yang sedang beribadah?”

Majnun menjawabnya “Maaf, aku tidak melihat kalian yang sedang salat/ibadah. Pandanganku hanya terisi oleh Layla melalui anjingnya yang kebetulan berlari melewati kalian,”

Lalu Majnun melanjutkan, “Jika aku melihat anjing kepunyaan Layla saja, aku tidak bisa melihat kalian yang sedang salat, dan jika kalian mengklaim cinta kepada Allah, bagaimana mungkin kalian dapat melihatku saat kalian berhadapan dengan-Nya?”

 

Renungan

Melihat fenomena ibadah salat yang terjadi, dari larangan memakai baju bertulisan saat salat hingga merk sarung yang bisa jadi pemicu menurunnya tingkat kekusyukan salat kita. Penulis menyimpulkan, bahwa menggunakan pakaian (baju, sarung, celana, dll) yang terlalu mencolok juga tidak baik.

Di konteks yang lain, ada kondisi di mana kita melaksanakan salat berdampingan dengan orang yang pakaiannya terdapat tulisan atau corak. Misalnya Mahasiswa pakai baju PDH sedang salat atau tentara yang memakai seragam penuh corak melaksanakan salat.

Terlepas dari pernyataan diatas, kita harus mengoreksi diri kita sendiri. Seberapa jauh kita telah pergi dalam kekhusyukan kita saat salat? Dengan ini, kita dapat menemukan cara untuk menjadikan ibadah kita benar-benar khusyuk, dengan pandangan hanya tertuju pada tempat sujud dan hati terhubung dengan Allah.

Terakhir, menurut penulis tentang larangan memakai baju bertulisan saat salat dan merk sarung. Sebenarnya tingkat resiko terganggunya kekusyukan terletak pada merk sarung, sebab jarak antara tempat sujud dengan letak merk sarung jamaah shaf pertama sangatlah dekat dan jelas.

Maka jika ada yang melarang, seharusnya mereka juga melarang penggunaan sarung yang menghadapkan merk sarungnya tepat di belakang bagian bawah. Demikianlah, semoga manfaat.


 

*Penulis adalah Sekretaris Bidang Media dan Komunikasi IMM Komisariat Ushuluddin FIAD.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *