Surabaya (26/3) – Korean pop atau yang sering disebut dengan K-Pop (musik pop Korea Selatan) banyak menjadi kesukaan banyak kalangan. Mereka mampu memikat daya tarik penggemar dari berbagai belahan dunia dan berbagai kalangan termasuk Gen Z.
Tak jarang dari mereka yang menganggap idolanya itu adalah pacar online mereka, suami/istri mereka, bahkan mereka rela menyimpan foto atau barang-barang yang berkaitan dengan idol mereka, saking senangnya dengan K-Pop.
K-Pop Menjadi Penyemangat Bagi Gen Z
Saya mendekati seorang gadis yang sedang menonton live di sosmed. Hana (22) asik menonton sebuah live dari salah satu idol K-Pop yang iya gemari. Saya sempat bertanya sarkas apakah yang ia lihat di live itu adalah pacarnya. “Ihh, iya. Ini pacarku,” sambil tertawa malu ia menjawab. Hana tidak pernah ketinggalan menonton live yang idolanya lakukan.
Ia selalu menyalakan notifikasi bilamana si idol melakukan live atau memposting sebuah foto dan video baru mereka. Hana merasa terhibur bila menonton K-Pop.
“Awal suka karna orang disekitarku ngenalin aku K-Pop sih. Awalnya tertarik karna visual dari idol itu, lalu musiknya bisa bikin aku semangat dan jadi bahan healing aku kalo lagi stress,” ucap Hana.Terlihat jelas bahwa Hana menyukai K-Pop, bahkan wallpaper hp dan cashing hp-nya pun terpampang jelas foto salah satu idol kesukaanya.
“Sekarang aku suka K-Pop bukan cuma dia ganteng dan cantik aja sih, tapi sebagai motivasi aku karna kegigihan mereka dalam mencapai impian mereka menjadi idol yang digemari banyak orang. Sebenarnya kehidupan mereka banyak yang relate sih sama kehidupanku. Mereka umurnya juga rata-rata seusiaku jadi gaya hidupnya benar-benar anak muda banget,” tutur Hana sambil menunjukkan foto salah satu idol di hp-nya.
“Setiap kali aku melihat mereka tuh kayak, wah keren banget ya mereka. Ngga pernah nyerah dalam ngejar karir, ngga pernah pupus sama hujatan, selalu bikin penggemarnya kagum. Tapi tidak menutup kemungkinan banyak yang judge kalo aku suka karna mukanya doang, apadahal banyak hal positif yang bisa kita ambil dari pada idol K-Pop,” kata Hana.
Menurut Hana, K-Pop bisa meredakan stress-nya dan membantu mendinginkan otak. “Waktu zaman aku skripsian itu kan lagi mumet-mumetnya, suruh revisi, suruh ganti riset. Tapi aku nggak ambil pusing lagi sih, aku selalu menyelingi waktu untuk liat K-Pop kesukaanku.
Itu bisa jadiin otakku refresh lagi dan jadi lebih semangat skripsian,” tuturnya.“Daripada Cuma ngeluh-ngeluh doang sama masalah kan lebih baik melakukan hal yang bisa ngebuat kita seneng,” kata Hana menambahi. Hana berargumen bahwa melihat K-Pop banyak memberikan manfaat buat kehidupannya selama ini yang notabene dia masih jomblo.
“Aku terinspirasi sama K-Pop tuh karna mereka benar-benar gigih untuk ngejar karir yang perjuangannya tu ngga mudah. Terus imbas K-Pop di hidupku juga banyak sih, contohnya aku ngga ngerasa kesepian pas lagi sendiri, terus daripada aku ngelakuin hal-hal negative dan ngga berguna diluar sana jadi aku lampiaskan dengan K-Pop karna emang dasarnya aku suka,” imbuh Hana yang merasa bahwa setelah melihat K-Pop ia lebih bisa membangun pribadinya.
“Dari awal aku suka K-Pop, aku langsung tertarik sama Treasure,” tutur Hana menjelaskan idol kesukaannya yang menurutnya bisa mendatangkan hal-hal positif baginya. Tapi sayangnya treasure tidak pernah ada konser di Indonesia, jadi Hana hanya melihat melalui media sosial saja dan beberapa kali membeli aksesoris dan album treasure.
Suka K-Pop Salah Kalo Tidak Tepat
Di sudut lain saya menghampiri seorang wanita bernama Alfa (23) yang tengah asik berbincang dengan kawannya. Ternyata Alfa memiliki pendapat yang berbeda dengan Hana. Saya mencoba mengobrol intens terkait K-Pop dengan Alfa. “Kalo aku emang dari dulu ngga suka aja sih sama K-Pop, tidak tertarik sama sekali,” tutur Alfa.
Menurutnya, musik atau dance mereka bukan menjadi type kesukaanya, terutama ia tidak paham dengan bahasanya. “Menurutku kalo ada yang suka K-Pop ya ngga masalah sih, dan dalam islam sendiri tidak melarang asalkan positif,” tutur Alfa menjelaskan dari segi islam.
“Tapi dilihat lagi K-Pop ini kan orang-orangnya non islam, ya. Terus banyak orang-orang yang suka K-Pop tuh mengorbankan uang dan waktunya untuk ngeliat konser K-Pop dan beli pernak-pernik K-Pop. Mereka mengusahakan dan mengorbankan hal yang salah menurutku,” tutur Alfa menjelaskan sisi negatif menyukai K-Pop.
Menurutnya tidak apa-apa jika suka dengan dance atau musiknya saja tanpa membuang-buang uang dan waktu demi hal yang salah. “Padahal di luar sana masih banyak loh orang-orang atau kelompok-kelompok yang bisa kita tolong dengan uang kita. Contohnya buat sedekah, buat menolong saudara-saudara seagama yang sedang krisis atau kesusahan,” jelasnya semangat. Alfa membeberkan pendapatnya agar teman-teman yang menyukai K-Pop tidak terjerumus lebih dalam dan menjadi ketagihan K-Pop.
Menurut Alfa, yang kita lakukan di dunia jangan sampai merugikan. Kalo mau bersenang-senang atau meredakan stres dengan K-pop tidak masalah asal tau batasan. “Mereka yang suka K-Pop juga bisa bermanfaat karna mereka mendapat ilmu tambahan dan ilmu baru terkait budaya luar/budaya korea seperti tahu bahasanya, tradisinya, maupun tata krama orang korea seperti apa,” tutur Alfa.
Menurut Alfa, K-Pop tidak bermanfaat jika mereka hanya menghabiskan waktu dan uang hanya untuk menonton K-Pop. Ia menjelaskan bahwa tiap orang harus punya batasan, tidak melulu tentang menuruti kesenangan saja.
Pendapat Hana dan Alfa sangat menginspirasi kita karena ada sisi positif dan negatif yang menjadi batasan mereka. Kita harus bisa membatasi diri kita untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan. Bukan salah K-Pop atau orang koreanya yang menarik minat kita, namun cara kita menanggapinya yang harus sesuai porsi.
Pandangan Korps IMMawati Kota Surabaya Soal K-Pop
Begitu pun pendapat Amanat Sholikat, selaku Ketua Korps Imawati Surabaya, yang mengatakan bahwa K-Pop tidak sepenuhnya negatif, melainkan tergantung tujuannya untuk apa. “Kalo untuk sekedar hiburan oke oke aja. Tapi kalo sudah melewati batas, contohnya berangan-angan diluar kemampuan, itu yang tidak baik” Tutur Amanat.
Menurutnya, suka K-Pop yang sampai merugikan diri sendiri misalnya menghabiskan uang orangtua akan berdampak buruk bagi dirinya dan lingkungannya, karena cara meminta uang tersebut beragam seperti terang-terangan untuk keperluan K-Pop, mengancam orangtua, atau bahkan mencuri dan berhutang.
“Kayak dia suka banget sama K-Pop, dari kesukaan itu dia ingin beli album atau bahkan konsernya yang mana membutuhkan uang yang cukup besar lalu ia mendapatkan uangnya dengan cara apapun. Kan hal tersebut yang malah berdampak negatif ke diri dan merugikan lingkungan sekitar” Tegasnya. Amanat menjelaskan jika kesukaannya sebagai motivasi, misal ingin study lanjut ke Korea, nah itu juga sebagai pandangan positif, biar dia semakin terpacu buat terus belajar.
Menurut Junaina Bintang Novita, atau Juna sapaan akrabnya, budaya dan musik negara luar dapat dengan mudah di tiru oleh generasi Z karena akses internet. Menurut Juna, Gen Z mungkin memandang bahwa K-pop merupakan fenomena globalisasi budaya yang terhubung langsung dengan orang di berbagai dunia, dan ketika menjadi penggemar, tentu saja ada budaya, bahasa, bahkan gaya hidup yang di tiru.
“Menjadi penggemar K-Pop membuat generasi z bisa belajar bahasa asing, budaya asing, membangun relasi atau komunitas dengan sesama penggemar, mampu mengekspresikan diri dan tidak sedikit juga sadar terhadap sosial karena beberapa dari tokohnya terlibat aktif dalam menyuarakan isu-isu sosial. Selain mendapatkan benefitnya itu, tidak sedikit juga pasti ada sisi negatifnya seperti ketergantungan atau kecanduan terutama dalam meluangkan uang dan waktu, menciptakan budaya yang tidak lumrah, terjadinya perpecahan karena kontroversi bahkan jika tidak bisa bijaksana dalam menyikapi juga akan membuat kerugian bahkan dari segi mental dan kualitas hidup sehat jika terlalu berlebihan” Tutur Juna yang sekarang aktif di PC IMM Surabaya bidang Imawati, menjelaskan bagaimana sisi positif dan negatif penggemar K-pop.
*Penulis adalah Anggota Bidang RPK Koorkom UMSurabaya Periode 2023-2024 dan Anggota Devisi Kepenulisan Kreatif Cendikiawan Institute.