Ada Apa dengan Kurikulum Merdeka?

Ilustrasi diedit menggunakan Canva. (Immsby.or.id/Muhammad Habib Muzaki)

 

Kampus Mengajar Angkatan-7 merupakan program yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek dalam upaya meningkatkan literasi numerasi siswa SD, SMP, dan SMK. Namun, dalam program ini terdapat keluhan dari para tenaga pendidik yakni perihal Kurikulum Merdeka.

Kurikulum merupakan landasan dalam pengembangan bahan ajar; penyusunan suatu materi pembelajaran; serta evaluasi dan pengukuran hasil belajar siswa. Pendidikan yang baik adalah dengan adanya sebuah pedoman, dalam hal ini adalah kurikulum. Pembelajaran sendiri juga akan sangat berperan penting dalam mengevaluasi keefektifan kurikulum.

Sementara itu, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum pembelajaran intrakurikuler dengan menerapkan konten yang beragam agar siswa dapat lebih optimal dalam mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Kurikulum ini cukup visioner serta lebih fleksibel dari kurikulum sebelumnya seperti K13, KTSP, Kurikulum 2006, dll (Detik.com, 12/7/2023).

Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, adanya problematika yang harus dihadapi yakni, kurikulum yang terkesan dipaksakan pada beberapa sekolah; beberapa tenaga pendidik yang tidak terlalu menyambut baik Kurikulum Merdeka; dan kurangnya kompetensi sumber daya manusia di sekolah (Sunarni dan Karyono, 2023).

Di samping itu, tenaga pengajar atau guru merupakan pihak terdampak yang paling banyak ditemui dalam kasus problematika Kurikulum Merdeka. Hal ini bisa terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman dan persiapan guru baik dari segi konsep, strategi pembelajaran, hingga penilaian hasil belajar.

Hal ini kemudian juga mempengaruhi hasil evaluasi dari Kurikulum Merdeka itu sendiri. Bahkan, dampak lain dari hal ini membuat semakin sedikitnya sumber daya manusia yang ingin menjadi seorang pengajar.

Selain itu, dari kalangan siswa sendiri juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat memahami dan beradaptasi dengan kebijakan Kurikulum Merdeka. Para siswa pun membutuhkan adanya perubahan sikap dan pola pikir siswa, seperti meningkatkan rasa keingintahuan, kemandirian, dan kecerdasan sosial.

Seringnya perubahan kurikulum pendidikan yang disebabkan adanya perbedaan keadaan politik, sosial, dan teknologi juga menyebabkan siswa dan tenaga pendidik yang selalu mendapatkan ampas dari buruknya sistem kurikulum sebelumnya perlu untuk beradaptasi kembali terhadap kurikulum pendidikan terbaru.

Mengutip Kejarpena.id, terdapat lima kendala utama khususnya tenaga pendidik dalam menghadapi program Kurikulum Merdeka. Salah satu penyebab dari kendala tersebut adalah minimnya pengalaman para guru semasa menempuh jenjang perkuliahan membuat para guru, sehingga mengalami kurangnya rujukan dalam penyelesaian soal dengan variasi metode pada buku teks. Hal ini juga diperparah oleh terbatasnya referensi buku teks yang memang memiliki kualitas yang baik.

Keterbatasan lain yang harus ditempuh oleh para guru adalah akses dalam pembelajaran. Terdapat perbedaan akses sarana prasarana akses teknologi dan internet yang belum merata menjadi kendala yang dihadapi guru dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka.

Di lain hal, transformasi proses pembelajaran juga membutuhkan waktu bagi para guru untuk belajar lagi supaya dapat lebih adaptif dengan tuntutan perubahan yang diharapkan. Minimnya pengalaman guru seperti mengaplikasikan Microsoft Word, membuat presentasi yang menarik dan sebagainya kian menyulitkan mereka dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

Dengan permasalahan yang terjadi di atas terdapat isu bahwa Kurikulum Merdeka akan digantikan oleh kurikulum terbaru. Hal ini pun dirasa semakin memperkeruh sistem kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia.

Berdasarkan keterangannya pada CNN Indonesia, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo memberikan penjelasan mengenai kelanjutan dari Kurikulum Merdeka ke depannya.

Menurut Anindito, Kurikulum Merdeka akan ditetapkan sebagai Kurikulum Nasional di tahun 2024. Anindito juga mengatakan bahwa upaya penerapan Kurikulum Merdeka sendiri telah dilakukan semenjak tahun 2020 silam.

“Jadi prototipe disusun pada tahun 2020, diterapkan kepada 3.000 sekolah di seluruh Indonesia pada tahun 2021. Kemudian pada tahun 2023 kita buka secara sukarela menerapkan Kurikulum Merdeka,” imbuhnya.

Namun, dilansir dari situs Kominfo, isu mengenai pemerintah yang akan mengganti Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional adalah berita hoaks. Meski isu tersebut adalah hoaks, tetapi tidak menutup kemungkinan sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka lebih dahulu memiliki problematika yang berpotensi semakin meningkatkan kesenjangan sosial.

Oleh sebab itu, adapun cara untuk menangani problematika pada Kurikulum Merdeka yang dibagi menjadi tiga tahapan (Erwin, et al., 2023). Tiga tahap tersebut dibagai menjadi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

Pertama, tahap perencanaan, yakni sekolah perlu memahami aturan dan menyusun dokumen yang diperlukan. Para guru sebelum kegiatan mengajar belajar dimulai harus mengidentifikasi kebutuhan dalam pembelajaran, seperti perangkat pembelajaran, media, dan persiapan guru untuk mengajar. Selain itu, guru harus memahami prinsip asesmen atau penilaian pembelajaran Kurikulum Merdeka agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dan terukur dengan baik.

Kedua, tahap pelaksanaan, pelaksanaan pembelajaran Kurikulum Merdeka di dalam kelas disesuaikan dengan pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan holistik dan kontestual. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas ditemukan bahwa terdapat faktor lain seperti kondisi lingkungan sekolah, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dan kualifikasi guru yang kurang mencukupi dalam pendidikan Indonesia.

Ketiga, tahap evaluasi, evaluasi tidak hanya sebatas pada penilaian akhir atau ujian, tetapi juga meliputi penilaian formatif dan sumatif yang dilakukan secara berkelanjutan. Dalam penerapannya para guru merasa kesulitan dikarenakan adanya modul ajar; awal pembelajaran harus ada tes diagnostik; dan KKM yang ditiadakan, sehingga para guru merasa kesulitan terhadap patokan keberhasilan siswa. Selain itu, terdapat dua rapor yaitu rapor penilaian akademik dan rapor penilaian projek yang membuat guru harus menambah waktu dalam pengisian kedua rapor tersebut.

Dari pembahasan di atas, para guru sebagai garda terdepan pendidikan diharapkan bisa mendapatkan perbaikan baik dari segi sarana prasarana, maupun peningkatan sumber daya manusia agar lebih mumpuni. Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam menjaga stabilitas politik, sebab hal tersebut juga mampu memberikan pengaruh dalam sistem pendidikan pada suatu negara.


 

*Penulis adalah Ketua Bidang Media dan Komunikasi IMM Komisariat Allende.

 

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *