Masalah anak putus sekolah masih menjadi persoalan serius dan memprihatinkan di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data yang dirilis oleh DPRD Jawa Timur, pada tahun 2022 tercatat sekitar 260.347 anak tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA atau sederajat (RRI, 2023).
Angka ini mencerminkan bahwa terdapat jumlah yang signifikan dari generasi muda yang belum mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, yang seharusnya menjadi hak dasar setiap anak.
Kondisi ini tentunya menjadi perhatian bersama karena pendidikan merupakan fondasi penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Berbagai penelitian telah mengidentifikasi sejumlah faktor utama yang menyebabkan anak-anak terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Salah satu penyebab paling mendasar adalah kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung.
Orang tua dengan penghasilan rendah sering kali kesulitan memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak mereka, termasuk biaya sekolah, seragam, buku, hingga transportasi. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga berpengaruh signifikan (Miftakhuddin & Senen, 2020).
Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang tua yang kurang terdidik cenderung memiliki keterbatasan dalam memahami pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak mereka.
Dalam riset yang pernah dilakukan oleh Sudiyono pada 2010 dalam Miftakhuddin & Senen (2020) mengungkapkan bahwa sebanyak 78,84% orang tua di Jawa Timur masih menganggap pendidikan tidak terlalu penting. Pandangan ini menjadi penghalang besar dalam upaya mendorong partisipasi anak dalam pendidikan.
Selain faktor ekonomi dan persepsi orang tua, aspek lain seperti kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai, keterbatasan akses ke sekolah di daerah terpencil, serta masalah kesehatan fisik dan mental anak-anak turut berkontribusi terhadap tingginya angka putus sekolah (Miftakhuddin & Senen, 2020).
Selain itu, kemampuan belajar yang rendah juga menjadi tantangan besar. Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran di sekolah cenderung kehilangan motivasi untuk melanjutkan pendidikan.
Faktor ini sering kali diperburuk oleh kurangnya dukungan pendidikan tambahan, seperti bimbingan belajar atau pendampingan khusus bagi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.
Konsep Transformasi Sosial ala Pemprov Jatim
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Timur 2025-2045, salah satu hal penting yang menjadi perhatian adalah penerapan konsep transformasi sosial yang dirancang untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara berkelanjutan.
Konsep ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih maju, sejahtera, dan berdaya saing, dengan menitikberatkan pada berbagai aspek yang mendukung peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh.
Prinsip utama dari transformasi sosial ini mencakup empat hal penting. Pertama, meningkatkan kualitas pendidikan melalui pemerataan akses ke sekolah dan institusi pendidikan yang lebih baik, sehingga setiap individu memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.
Kedua, menyediakan fasilitas dan akses literasi serta ilmu pengetahuan yang memadai, termasuk pengembangan perpustakaan, pusat belajar masyarakat, dan pemanfaatan teknologi untuk memperluas cakupan pengetahuan.
Ketiga, meningkatkan kesehatan masyarakat dengan memperbaiki layanan kesehatan, memastikan akses terhadap fasilitas kesehatan yang layak, serta mendorong gaya hidup sehat di kalangan masyarakat.
Keempat, mengendalikan pertumbuhan dan distribusi penduduk agar pembangunan sosial dan ekonomi dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
Dalam praktiknya, transformasi sosial ini bertujuan untuk menjamin bahwa setiap warga mendapatkan akses yang merata terhadap pendidikan berkualitas, fasilitas belajar, dan layanan kesehatan, tanpa memandang latar belakang sosial maupun ekonomi.
Penyediaan sarana literasi dan ilmu pengetahuan juga diharapkan dapat membantu masyarakat, terutama generasi muda, untuk lebih siap menghadapi tantangan global. Sementara itu, pengendalian penduduk dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek seperti penyebaran penduduk yang seimbang di berbagai wilayah dan penyediaan layanan keluarga berencana yang baik.
Apa Kabar Anak Putus Sekolah?
Meskipun Jawa Timur memiliki rencana besar melalui RPJPD 2025-2045 dengan konsep transformasi sosial yang berfokus pada pemerataan pendidikan dan peningkatan kualitas hidup, kenyataannya masalah anak putus sekolah masih menjadi tantangan serius.
Pada tahun 2022, data DPRD Jawa Timur mencatat sekitar 260.347 anak tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA atau sederajat. Angka ini menunjukkan bahwa masih banyak anak yang kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan.
Berbagai penelitian mengungkapkan alasan utama di balik tingginya angka anak putus sekolah. Penyebabnya antara lain adalah penghasilan orang tua yang rendah, tingkat pendidikan orang tua yang juga masih rendah, hingga pandangan bahwa pendidikan tidak terlalu penting.
Selain itu, kurangnya fasilitas pendidikan, masalah kesehatan fisik dan mental, serta rendahnya kemampuan belajar anak juga menjadi kendala.
Di sisi lain, RPJPD Jawa Timur melalui konsep transformasi sosial menargetkan pemerataan akses pendidikan, penyediaan fasilitas belajar yang baik, dan pengembangan literasi untuk mendukung generasi muda agar lebih siap menghadapi masa depan.
Namun, apakah langkah-langkah ini sudah cukup untuk membantu anak-anak yang putus sekolah? Apakah program-program ini benar-benar menjangkau anak-anak dan keluarga yang paling membutuhkan bantuan?
Pertanyaan “Apa kabar anak putus sekolah?” mengingatkan kita bahwa masih ada kesenjangan antara rencana besar pemerintah dan kondisi nyata di masyarakat.
Hal ini menunjukkan pentingnya memastikan bahwa semua program pendidikan dan pembangunan benar-benar berjalan efektif, sehingga tidak ada anak yang tertinggal dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih maju dan sejahtera di Jawa Timur.
*Penulis adalah Ketua Umum IMM Komisariat Avempace dan Anggota Korps Instruktur.